bisnis-logo

Stories

Tambal Sulam Transportasi Massal Jakarta, dari Mares hingga Jokowi

Transportasi massal di Jakarta tak pernah berkelanjutan. Dari zaman Belanda hingga Jokowi, angkutan massal hanya sebagai identitas warisan kekuasaan.

14 Agustus 2023

A+
A-

Jauh sebelum gedung pencakar langit menjejali sudut Ibu Kota, Jakarta telah menjadi tempat orang-orang mengadu nasib. Meskipun tidak kaya sumber daya alam, Jakarta menjadi poros perputaran ekonomi Nusantara.

Kilau ambisi berbalut harap menggerakkan orang seantero negeri untuk mengail rupiah di ibu kota ini. 

Jutaan orang rela menjadi komuter —berkegiatan di luar kabupaten/kota tempat tinggal secara rutin pergi dan pulang— setiap hari.

Namun, tren tersebut tidak terjadi saat ini. Jauh sebelum rebulik ini berdiri, aktivitas komuter dilakukan sejak dua abad lalu. Saat bakal ibu kota ini berlabel Batavia. 

Dengan status sebagai pusat perdagangan dunia dan kota maritim, Batavia memiliki peran penting sebagai pelabuhan bagi lalu lintas perkapalan antar pulau di Nusantara maupun pelayaran antarkota di Jawa.

Sebagai pusat ekonomi kala itu, Batavia menjadi salah satu kota yang sibuk. Banyak orang silih berganti datang. Kebutuhan alat transportasi pun mendesak.

Seperti dicuplik dari Jurnal Perkembangan Trem Batavia Tahun 1869-1930 oleh Muhammad Hadian Saputra, kondisi tersebut direspons pemerintah Hindia Belanda dengan membangun jalur trem dalam kota yang memungkinkan orang untuk melakukan perjalanan jauh dan lebih efisien.

Adalah J.Babus du Mares, orang yang pertama kali merealisasikan idenya dengan membangun trem bertenaga kuda di Batavia. Pada 1869 inisiasi itu dikelola oleh Bataviasche Tramweg Maatschappij.

Kuda-kuda Jawa yang digunakan untuk menarik trem beroperasi setiap hari. Trem kuda itu beroperasi pada hari kerja dan libur. Selama hari kerja, 
trem kuda kelas satu berjalan 18 kali sehari. Trem kelas dua berjalan 30 kali 81 sehari dengan tarif 10 sen. Transportasi itu bertahan selama 12 tahun.

Trem kuda diganti dengan trem uap yang dikelola oleh Nederland Indische Tramweg Maatschappij.

Ada 4 rute yang dilayani yakni Batavia-Harmoni, Harmoni-Kramat, Kramat-Meester Cornelis, dan Meester Cornelis-Kampung Melayu. Trayek itu seluruhnya memiliki total jarak 13 kilometer (KM).

Tren uap cukup berjaya, kegiatan operasionalnya bertahan selama 18 tahun sampai akhirnya digantikan dengan trem listrik pada 1899.

Kali ini, trem listrik dikelola oleh Batavia Elektrische Tramweg Maatschappij. Rute yang dilayani pun bertambah 21 km.

Trem listrik melintas Stationsplein (lapangan di depan stasiun kereta api BeOS) Jakarta Kota/Perpusnas

Setelah Jepang menyerah, Jurnal Transportasi Trem di Batavia 1942-1962 oleh Mohamad Syauqi Hadzami menyebutkan, perusahaan trem dinasionalisasi melalui Undang-undang Darurat No. 10 tahun 1954. Namanya berganti menjadi PT Perusahaan Pengangkutan Djakarta yang diteken Presiden Soekarno. 

Trem yang beroperasi sejak 1869 itu harus disuntik mati pada Orde Lama. Presiden Sukarno menganggap trem terlalu kuno bagi kota Jakarta. Kehadirannya digantikan oleh bus yang dinilai sebagai simbol kemajuan zaman.
 

BACA JUGA: Judi Online di Pusaran Kaum Sulit Hingga Berduit

Proyek Mandek Monorel

Pada era modern, upaya menghadirkan sarana transporatasi kereta api ke tengah kota Jakarta masih terus dilakukan.

Pada era Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso, proyek monorail atau monorel untuk pertama kalinya digagas.

Meningkatnya jumlah populasi di kawasan megapolitan, dan pertumbuhan kawasan perkotaan yang sangat pesat menjadi tujuan dimulainya proyek itu.

Proyek itu mendapatkan perhatian pemerintah pusat dengan diberikannya dukungan regulasi.

Presiden yang menjabat saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono, menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2006 tentang Pemberian Jaminan Pemerintah untuk Pembangunan Proyek Monorail Jakarta.

Pemerintah pusat melihat, permasalahan transportasi di Provinsi DKI Jakarta tersebut, telah mengganggu kelancaran aktivitas penduduk di Provinsi DKI Jakarta pada umumnya, sehingga mempengaruhi citranya sebagai Ibu Kota Negara.

Selain itu, untuk mengatasi permasalahan transportasi di Jakarta, maka dipandang perlu membangun suatu sarana angkutan massal yang mampu melayani pergerakan manusia di kawasan perkotaan.

Namun, proyek yang dikerjakan oleh Jakarta Monorail itu mangkrak. Dua gubernur yang menjabat tak dapat mendorong kelanjutan proyek tersebut.

Joko Widodo (Jokowi) yang saat itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta menyatakan proyek transportasi massal monorel kembali dilanjutkan.  

"Puji dan syukur tentu saja dengan mengucap Bismilahirrahmanirrahim pada siang hari ini saya ingin menyampaikan bahwa pembangunan monorel di jakarta oleh PT Jakarta Monorail sudah saya tandatangani dan dilanjutkan kembali," kata Jokowi.

Jokowi pun langsung menerbitkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 44/2013 tentang Pembentukan Tim Pendampingan Perencanaan Proyek Monorail untuk menindaklanjuti hasil rapat pada 28 Desember 2012.

Dalam aturan itu, Gubernur DKI Jakarta bertindak langsung sebagai pengarah dalam tim pendamping perencana pembangunan proyek monorail. 

Pada 2014, perjanjian baru pembangunan proyek monorel yang dilakukan untuk melihat keseriusan Jakarta Monorail dalam proyek ini.

Dalam perjanjian baru tersebut Jakarta Monorail ditargetkan menyelesaikan proyek monorel dalam kurun 3 tahun untuk 1 jalur. Kemudian, 5 tahun untuk membangun 2 jalur lintasan. Jika tidak bisa menyelesaikan dalam jangka waktu tersebut, semua infrastruktur yang telah dibangun, 100 persen akan menjadi milik Pemprov DKI tanpa harus membayar sepersen pun kepada pihak Jakarta Monorail.

Pemprov DKI juga meminta kepada Jakarta Monorail untuk memberikan jaminan bank sebesar 5 persen. 

Mengacu pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta tentang Rencana Umum Penanaman Modal Provinsi disebutkan pembangunan monorel sepanjang 14,7 km dengan 15 stasiun memiliki potensi investasi hingga Rp9,1 triliun.

Namun, hingga Jokowi melepas statusnya sebagai gubernur setelah terpilih menjadi presiden, proyek itu belum juga jalan.

Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang menggantikan posisi gubernur saat itu akhirnya memutus kerja sama antara Pemprov DKI Jakarta dengan Jakarta Monorail.

Ahok mengaku, proyek itu telah dihentikan secara permanen atas rekomendasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DKI Jakarta.

"Setahu saya karena memang tidak feasible," ujar Ahok kepada Bisnis baru-baru ini.

Di sisi lain, dengan dihentikannya proyek telah menyisakan tiang-tiang makrak yang telah terlanjur tertanam di beberapa titik di Jakarta.

Ahok menjelaskan, pembenahan tiang bekas proyek monorel itu pun tidak dapat diselesaikan karena adanya masalah.

"Itu yang masalah, kalau tidak salah tanah masih milik Adhi karya," ungkapnya.

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono yang sempat menjabat sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah DKI pada era Gubernur Ahok mengatakan belum berencana membongkar tiang monorel.

Namun, pemprov juga masih enggan melanjutkan proyek yang mangkrak sejak lebih dari sedekade itu. Pemerintah Provinsi DKI sampai saat ini belum memikirkan untuk membenahi proyek tiang monorel yang sudah lama mangkrak tersebut. 

“Belum sih,” ujar Heru di Gedung Inspektorat Jenderal Kemendagri, Kamis (10/8/2023).

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan Adhi Karya Farid Budiyanto mengatakan, total tiang monorel yang masih tersisa hingga saat ini berjumlah 221 titik.

Tiang-tiang itu tersebut di koridor Jalan Rasuna Said, Jalan Asia Afrika, dan di Jalan Palmerah.

Dia menjelaskan, untuk status tiang-tiang tersebut dimiliki oleh Adhi Karya, tapi untuk tanah yang digunakan merupakan konsesi PT Jakarta Monorail.

"Untuk saat ini, masih dalam pembahasan dengan para pihak," ujarnya kepada Bisnis baru-baru ini.

BACA JUGA: Paradoks Pinjol: Antara Jerit Debitur & Keluh Kesah Debt Collector

Maju Mundur Proyek LRT

Setelah tak ada titik temu di proyek monorel, Pemprov DKI kini memiliki gagasan baru untuk alternatif transportasi massal di tengah kota.

Saat masih menjabat, Ahok menyebutkan bahwa Pemprov DKI akan membangun proyek light rail transit (LRT) jika monorel gagal dibangun oleh Jakarta Monorail. Proyek LRT akan bangun PT Transjakarta dengan penyertaan modal pemerintah (PMP) dari Pemprov DKI.

“Kalau PT JM enggak jadi, kami akan nekad terusin pembangunan monorel dan untung dong kami dapet tiang. Sudah setengah jalan, tinggal kasih PMP ke PT Transjakarta untuk ngelanjutin,” kata Ahok.

Presiden Jokowi menetapkan proyek itu sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Perkeretaapian umum di Wilayah Provinsi DKI Jakarta.

Dalam beleid itu, pemerintah menugaskan langsung proyek tersebut kepada Adhi Karya.

Berdasarkan data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), proyek yang digadang-gadang untuk mengurangi kemacetan di wilayah DKI Jakarta itu bernilai investasi Rp29,9 triliun.

Proyek itu mulai dikerjakan sejak 2015. Proyek itu mulanya ditargetkan beropreasi pada 2019. Permasalahan lahan membuat proyek itu mundur dipastikan mundur ke 2020.

Target kembali molor, Adhi Karya bahkan memperkirakan proyek itu mundur hingga Juni 2022. Pandemi Covid-19 berdampak terhadap penyelesaian proyek.

Tidak sampai di situ, target proyek itu kembali bergeser ke akhir 2022. Kali ini, permasalahan teknis seperti sarana, jalur atau rel, dan sistem persinyalan menjadi penyebabnya.

Hingga penghujung 2022, kemajuan proyek LRT hanya bisa mencapai pada tahap uji coba. Pengoperasian LRT pun dipatok bisa dilaksanakan pada pertengahan 2023.

Target bergeser ke Agustus 2023, pengoperasian LRT tinggal menghitung hari. Namun ditengah itu, pengoperasian LRT pun diterpa isu kesalahan desain jembatang lengkung bentang panjang atau longspan.

Hal itu pertama kali diungkapkan oleh Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo membeberkan masalah-masalah yang terjadi pada proyek LRT Jabodebek.  

Dia menyebutkan ketiadaan integrator sistem pada proyek LRT Jabodebek berdampak pada kurangnya koordinasi antara pihak-pihak terkait dan adanya kesalahan desain pada prasarana kereta. 

Salah satu kesalahan desain di rute LRT Jabodebek, yaitu longspan yang menghubungkan wilayah Gatot Soebroto dan Kuningan.  

Tiko menuturkan, kesalahan tersebut terjadi akibat Adhi Karya, yang bertanggung jawab dalam hal prasarana, membangun jembatan tersebut tanpa menguji sudut kemiringan kereta.  

Dia mengatakan jembatan tersebut seharusnya dibuat lebih lebar agar kereta dapat melaju dengan optimal. Akibatnya, rangkaian kereta LRT Jabodebek kini harus berbelok dengan kecepatan yang pelan, sekitar 20 kilometer per jam, saat melewati jembatan ini.  

"Kalau tikungannya lebih lebar, dia bisa belok sambil speed up," jelasnya. 

Bantahan pun langsung dilontarkan, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan proyek LRT Jabodebek dibangun dengan prinsip kehati-hatian dan mengutamakan aspek keselamatan kendati sempat diklaim salah desain.

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, proyek LRT Jabodebek juga sudah menggunakan desain perencanaan yang dihasilkan oleh konsultan internasional. 

“Kami mengundang konsultan yang sudah berpengalaman untuk melakukan review terhadap pekerjaan dan juga telah mengikuti standar yang berlaku,” kata Budi dalam siaran pers, Kamis (3/8/2023).

Di lain pihak, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, memastikan bahwa jembatan lengkung bentang panjang (longspan) dari LRT Jabodebek bukan merupakan kesalahan desain.  

Basuki melanjutkan bahwa menilai konstruksi jembatan lengkung panjang 148 meter dan radius lengkung 115 meter itu sudah baik. Bahkan, dia menilai wajar apabila moda transportasi itu bergerak dengan kecepatan 20 km per jam di tikungan. 

Penyebabnya, dia melanjutkan bahwa semua kereta pasti melambat saat melintas di jalur yang menikung. Sehingga tidak benar apabila langsung menyimpulkan sebagai kesalahan desain. 

"Namun bukan karena salah desain, hati-hati itu. Karena itu memang misalnya kalau di kota berapa kecepatannya, 30-40 km per jam. Kalau di tikungan 20 km per jam ya wajar. Mau kecepatan berapa lagi? Wong di lurus saja 30—40 km per jam. Jadi kalau di tikungan, semua kereta api pasti melambat," tuturnya usai mengikuti peresmian Indonesia Arena, Senin (7/8/2023).

Presiden Jokowi saat menjajal LRT bersama dengan para artis pada Kamis (10/8/2023)/Sekretariat Presiden

Seolah merespons isu itu, Presiden Jokowi dengan cepat langsung menjajal LRT. Dia pun berkomentar terhadap tudingan salah desain.

Jokowi mengungkapkan bahwa dalam pengerjaan proyek besar tak luput dari kekurangan. Apalagi tiga moda transportasi seperti Mass Rapid Transit (MRT), LRT, hingga kereta cepat baru pertama kali dibangun di Indonesia. 

“Jangan mengharapkan ini nanti operasi langsung semuanya sempurna. Enggak [mungkin]. Pasti ada perbaikan-perbaikan sistem, perbaikan perbaikan teknis dan lain-lainnya,” katanya.

Jokowi juga merespons kabar ketiadaan integrator dalam mengawal proyek LRT Jabodebek, sehingga longspan yang menghubungkan Gatot Subroto dan Kuningan merupakan salah desain.

Dia kembali menekankan bahwa setiap kekurangan yang ada dalam proyek tersebut, maka secara berkala akan terus dilakukan evaluasi dan koreksi secara terus-menerus. 

“Jadi, jangan senang cari-cari kesalahan. Karena kesalahan pasti ada karena baru pertama kali dan ini adalah produksi INKA, konstruksinya juga dikerjakan oleh kita sendiri, semuanya oleh kita sendiri. Jadi kalau ada kurang-kurang ya harus kita maklumi."

Jokowi juga menekankan agar tidak terburu-buru untuk mengoperasikan LRT Jabodebek.

Jokowi meminta operasional dari transportasi publik pertama di Indonesia yang menggunakan sistem articulated bogie itu agar mengutamakan faktor keselamatan dan keamanan.

“Jadi tidak usah tergesa-gesa untuk segera dioperasikan. Namun, semua yang berkaitan dengan sistem, yang berkaitan dengan keamanan, yang berkaitan dengan keselamatan itu harus diutamakan dan kita berharap apabila nanti sudah dioperasikan ini betul-betul bisa mengurangi kemacetan yang ada di Jakarta."

Presiden juga ikut mempromosikan LRT dengan kembali menjajal bersama dengan sejumlah artis.

Pada kesempatan itu, Jokowi memastikan akan meresmikan Light Rail Transit (LRT) pada Sabtu, 26 Agustus 2023.

“Akhir bulan inshaAllah dioperasikan dan yang paling penting diutamakan keamanan dan keselamatan. Kemungkinan InshaAllah 26 Agustus ini,” katanya di Stasiun Dukuh Atas, Kamis (10/8/2023).

Seolah dejavu, akankah target pengoperasian LRT kali ini dapat mengulang kisah sukses trem pada era kolonialisme, atau mengulang tersendatnya proyek monorel. Namun yang jelas, proyek itu tengah dinanti oleh jutaan masyarakat komuter yang mengadu nasib di Ibu Kota.

BACA JUGA: Soeharto, Jokowi dan Mimpi Semu Proyek Food Estate

Penulis : Muhammad Ridwan, Akbar Evandio, Nabil Syarifudin Al Faruq, Lorenzo Mahardika
Editor : Muhammad Ridwan & Hendri T. Asworo
Previous

Ikhtiar Besar Dorong Usaha Kecil Go Global

back-to-top
To top