bisnis-logo

Stories

Asa yang Hilang di Pulau Rempang (Part 1)

Kegiatan warga Pulau Rempang yang telah turun temurun, selama ratusan tahun terancam tergusur, atas nama Proyek Strategis Nasional Rempang Eco City.

25 September 2023

A+
A-

Jembatan IV Barelang menjadi saksi bisu. Antara kesedihan dan kemarahan meruah di tengah derap sepatu laras aparat. Pentungan dan tembakan gas air mata tak membuat nyali surut. Tujuannya cuma satu, mempertahankan tanah kelahiran, Pulau Rempang.

Sedih, begitu kata Nek Cu atau Amlah, wanita berusia 105 tahun. Dia 'dipaksa' mengalah meninggalkan tanah kelahiran. Lahan akan diserahkan ke perusahaan China yang baru 3 bulan berencana membangun pabrik.

"Sedihlah, sejatinya kita lahir di sini, ingin rasanya mati di sini, tapi kalau tak bisa apa boleh buat," kata Nek Cu lirih.

Nek Cu atau Amlah warga Kampung Pasir Panjang/Bisnis-Rifki Setiawan Lubis.

Nek Cu yang kini tinggal seorang diri, telah menjadi penduduk asli Pulau Rempang sejak 1918.

Hidupnya tenang. Sehari-hari waktunya dihabiskan dengan bersenda gurau dengan anak-anak di kampung nelayan tradisional, selepas menjemur rumput laut pemberian tetangga.

Rumahnya kecil di pinggir pantai. Namun, menurut Nek Cu, hunian itu sudah sangat cukup untuk bersantai menikmati semilir angin laut di usia senja.

Angan menikmati sisa hidupnya dengan dengan tenang terusik. Pertama kali, dia mendengar kabar rencana relokasi itu dari warga sekitar.

Informasi yang diperoleh pun hanya sebatas selebaran yang dibagikan Badan Pengusahaan (BP) Batam, yang dibacakan tetangganya. 

Dengan suaranya yang tak lagi lantang, Nek Cu tidak bisa berkata-kata. Meski begitu, ekspresi wajahnya menggambarkan kesedihan hatinya.

Nek Cu mengaku sedih jika harus meninggalkan tanah kelahiran. Dia mengaku tak pernah keluar, dan menetap selain di Pasir Panjang.

Dia tak pernah membayangkan bakal diusir dari kampung halamannya saat sudah renta. Meski begitu, Nek Cu tidak menolak untuk pindah, tapi hanya satu mintanya.

"Aku ini sudah tua, yang penting anakku selamat, cucu cicitku selamat," harap Nek Cu dengan suara lirihnya.

Nek Cu tidak sendiri untuk mempertahankan kampung halaman tercintanya. Ada Anto dan Amran, warga Pasir Panjang lainnya.

Amran yang bekerja sebagai nelayan, rela untuk mengurangi aktivitasnya di laut untuk menjaga tanah kelahirannya. Dia khawatir dengan kedatangan tim setiap hari ke Kampung Pasir Panjang.

Dia takut, kedatangan tim tersebut dapat menggusur kampungnya sewaktu-waktu.

"Sebulan sudah saya mengurangi aktifitas melaut. Dulu setiap hari, sekarang hanya tiga hari sekali," tutur Amran.

Warga Kampung Pasir Panjang, Pulau Rempang/Bisnis-Rifki Setiawan Lubis

Anto, juga merasakan dampak psikologis dengan rencana penggusuran warga Kampung Pasir Panjang. Terlebih, anaknya yang merupakan seorang guru di SD 016 Rempang menjadi salah satu dari 8 warga yang diciduk polisi saat bentrokan 7 September 2023.

Kini Anto menjadi sulit mempercayai orang baru. Bahkan rombongan media yang ingin mewawancara juga diperiksa mobilnya, dan ditanya apa tujuannya. 

Mereka takut. Mereka curiga yang datang ke wilayahnya adalah aparat atau pemerintah yang mau memasang patok untuk menandai lokasi pembangunan pabrik.

"Kami menyetujui pembangunan, tapi dengan syarat kampung tua jangan diganggu gugat. Kan sudah ada patoknya ini kampung tua. Jadi kami hanya terima investasi di luar kampung tua," ujar Anto.

Anak Kampung Pasir Panjang berada di pinggir pantai/Bisnis-Rifki Setiawan Lubis

Badan Pengusahaan (BP) Batam telah menetapkan relokasi permanen Warga Rempang berada di Dapur 3, Sijantung, Pulau Galang, Batam, Kepri. Untuk menuju kesana, BP Batam akan membangun jalan baru dari arah Camp Vietnam menuju Dapur 3.

Akibat pembukaan jalan tersebut, lahan milik seorang warga bernama Anjur Sihite ikut dibabat. Petugas telah memasang patok kayu berwarna merah di kebunnya, tanpa pernah berkoordinasi sama sekali dengannya.

Menurut informasi, kebunnya akan mendapatkan ganti rugi. Namun dia belum mengetahui secara pasti berapa jumlahnya. "Iya kena pembukaan jalan. Jumlah yang terkena sekitar 1 hektare," ujarnya.
 

Menolak Pulau Galang

Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia saat melakukan sosialisasi pengembangan Program Strategis Nasional ke Pulau Rempang, Senin (18/9/2023)/BP Batam.

Pecahnya bentrokan di Jembatan IV Barelang terjadi karena kurangnya komunikasi antara pemerintah daerah dengan masyarakat terkait dengan rencana relokasi. 

Rencana relokasi ditentang warga, yang melakukan unjuk rasa sebanyak 2 kali, yakni pada 23 Agustus 2023 dan 11 September 2023. Unjuk rasa kedua berakhir ricuh. 

Saat BP Batam dan aparat berupaya memasang patok lahan pada 7 September 2023, mereka bentrok dengan warga di Jembatan IV Barelang. 

Untuk mengantisipasi kejadian serupa, Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa akan memikirkan solusi terbaru mengenai rencana relokasi Warga Rempang. 

Bahlil menerima masukan warga yang bersedia direlokasi, tapi tidak ke Pulau Galang, melainkan ke wilayah lain di Pulau Rempang. Dia mengaku mendapatkan masukan tersebut setelah mengunjungi kediaman tokoh masyarakat Rempang, Gerisman Ahmad, Minggu (17/9/2023) malam.

"Keputusan awal itu lokasi relokasi masih di Galang. Tapi saya dapat masukan bahwa warga meminta relokasi hanya di Rempang saja. Karena alasannya, kampung mereka di Rempang, bukan di Galang. Jadi boleh digeser, tapi jangan sampai di Galang. Maka saya akan cari solusinya," kata Bahlil saat menemui Warga Rempang di Pantai Melayu, Rempang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri), Senin (18/9/2023).

Dalam kesempatan terpisah, Bahlil menegaskan bahwa warga Pulau Rempang batal direlokasi ke Galang. Hal tersebut, menurutnya, sudah diputuskan oleh pemerintah. 

Menteri Investasi/BKPM Bahlil Lahadalia (tengah) bersama dengan Kepala BP Batam Muhammad Rudi (kiri), dan Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto saat meninjau kondisi Pulau Rempang pascabentrokan/BP Batam.

Sementara itu, tokoh Masyarakat Rempang, Gerisman Ahmad mengatakan pihaknya selama ini memperjuangkan Marwah Melayu agar tidak hilang dari Pulau Rempang. 

Namun dia bisa memahami pentingnya menjaga marwah negara, saat Indonesia menandatangani persetujuan investasi dengan Xinyi Group di China beberapa bulan lalu.

"Sehingga itu [investasi Xinyi] menjadi marwah negara yang dipertaruhkan. Saya minta kita bersama-sama mencerna dan berpikir dengan kepala dingin. Kalau hal ini tidak dipenuhi, maka negara kita akan menjadi jelek di mata dunia," katanya.

Dia percaya, Bahlil yang datang mewakili negara tidak akan pernah menyengsarakan rakyatnya karena investasi. "Tapi sisi baiknya, kita sudah diakui layak dapat legalitas berupa SHM," pungkasnya.
 

Relokasi ke Hunian Sementara

Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait mengatakan sebanyak 63 unit rumah tapak berada di Bida 3 Sambau dengan tipe 45 meter persegi. Rumah tersebut dilengkapi jaringan air bersih, listrik, sanitasi, taman dan prasarana dasar pendukung lainnya.

Setiap rumah di Bida 3 Sambau, terdapat dua kamar tidur berukuran 3x3 meter, kamar mandi ukuran 1,5x1,5 meter, ruang keluarga ukuran 7x3 meter dan full keramik.

"Setiap rumah juga ada halaman depan dan belakang," tambahnya.

Ilustrasi hunian tetap untuk relokasi warga Pulau Rempang/BP Batam

Tidak hanya di Bida 3 Sambau, sebanyak 43 unit siap huni lainnya juga disiapkan untuk masyarakat di lokasi lain. 

Sementara, bagi hunian sementara rusun, pemerintah menyiapkan Rusun BP Batam, Rusun Pemko Batam dan Rusun Jamsostek. 

Dia menjelaskan, bagi masyarakat yang menempati rusun nantinya bisa memperoleh berbagai fasilitas lengkap. Salah satunya dengan tipe studio kamar. 

Spesifikasi hunian sementara yang disedikan BP Batam untuk warga yang direlokasi dari Pulau Rempang/BP Batam

Di dalam kamar ini, fasilitas disediakan di antaranya 2 tempat tidur, lemari pakaian, bantal, kasur, kamar mandi dalam, kipas angin, dapur, gorden, meja dan kursi.

Sedangkan di luar kamar, tersedia tempat ibadah, pengamanan 24 jam, sarana olah raga, tempat cuci tangan, area komersil (minimarket), dan tempat parkir. 

Hingga saat ini, laporan dari tim di lapangan sebanyak 110 KK telah mendaftar dan siap dipindahkan. Secara akumulasi, ada 901 unit hunian sementara yang tengah disiapkan pemerintah baik rumah tapak, rusun maupun ruko.

Penulis : Rifki Setiawan Lubis
Editor : Muhammad Ridwan & Hendri T. Asworo
Previous

Dari Timur Indonesia Menuju Viral

Next

Tomy Winata dan Angan Habibie yang Terganjal Relokasi (Part 2)

back-to-top
To top