bisnis-logo

Company

Merger Nobu dan MNC Bank, 'Kawin Paksa' Klan Riady & Hary Tanoe?

Rencana merger Bank Nobu dan MNC Bank cukup memberikan kejutan di pasar sebab tak banyak kongsi antara Lippo dan MNC sebelumnya.

07 Maret 2023

A+
A-

“Terkait dengan rencana Bank Nobu dan MNC Bank, mereka sudah mengajukan sebelum deadline [pemenuhan modal inti bank Rp3 triliun] tahun 2022” 

Pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae saat konferensi pers Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Februari 2023 tersebut menyahihkan kabar akan meleburnya bank milik dua crazy rich Indonesia, James Riady dan Hary Tanoesoedibjo.

James Riady, bos dari Lippo Group, memiliki PT Bank Nationalnobu Tbk., sedangkan Bos MNC Group Hary Tanoe si empu PT Bank MNC Internasional Tbk. Sebelum dikonfirmasi oleh OJK, isu mengenai merger kedua bank sudah berhembus sejak akhir tahun lalu.

Kala itu, Dian membisikkan kabar akan ada dua bank besar nasional yang akan segera melebur. Tanpa menyebutkan nama bank yang akan merger.

Dia mengutarakan merger kedua bank itu terkait dengan pemenuhan ketentuan modal inti minimum Rp3 triliun pada Desember 2022, yang tertuang dalam Peraturan OJK No.12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.  

Sementara itu, dalam konferensi pers pertemuan tahunan industri jasa keuangan (PTIJK) awal 2023, Dian kembali memberi bocoran dua bank yang akan merger pada tahun ini.

"Dua bank ini cukup lumayan besar, nanti kita tunggu prosesnya, apakah diproses di pasar modal atau bagaimana. Kemungkinan Juni selesai proses mergernya," ungkapnya.

Waktu itu, Dian menyampaikan bahwa kedua bank tersebut sedang mengerjakan urusan administratif dan legal terkait merger. Sumber Bisnis sempat menyebutkan nama yang akan merger adalah Bank Nobu dan MNC Bank. 

Pascaberita mengenai kabar rencana merger Bank Nobu dan MNC Bank untuk memenuhi ketentuan modal inti minimum menyeruak, kedua bank kompak membantah. Pihak NOBU menyampaikan perseroan tidak menerima arahan untuk merger dari OJK. Namun, mereka menyebutkan memiliki rencana corporate action yang telah dikoordinasikan dengan OJK.

Di lain pihak, keterbukaan informasi yang disampaikan oleh MNC Bank menyiratkan aksi merger, tetapi bukan dalam rangka memenuhi ketentuan modal inti. OJK, jelas BABP, tidak pernah mengarahkan untuk merger. 

Keputusan merger yang diambil adalah kesepakatan para pihak dalam rangka meningkatkan kapasitas menjadi bank dengan modal inti Rp6 triliun dengan kategori Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI) 2. 

Namun kini, teka-teki 2 bank besar nasional yang akan segera melangsungkan perkawinan telah terjawab. Rencananya pada Agustus tahun ini hajatan besar itu ditargetkan rampung.

 

Jejak Lippo dan Kiprah MNC di Perbankan

Sebelum membahas prospek bank hasil merger Bank Nobu dan MNC Bank, menarik untuk menilik sejarah bagaimana kiprah keluarga Riady dan Hary Tanoe di industri perbankan nasional.

Bank Nobu dapat dikatakan menjadi kendaraan Group Lippo kembali ke industri perbankan. Bisinis Lippo tidak dapat dipisahkan dari industri perbankan. Sektor ini merupakan core bisnis grup tersebut sejak awal. 

Semula, Lippo memiliki entitas bernama Bank Lippo. Namun, bank tersebut harus lepas dari genggaman Mochtar Riady, ayah James Riady, pada 1999. Saat itu, sang taipan mesti rela melepas kepemilikan saham mayoritas di Bank Lippo kepada pemerintah karena tersandung kredit bermasalah sehingga harus masuk program rekapitulasi. 

Selain kehilangan saham mayoritas, kasus rekapitulasi perbankan pada 1998-1999 membuat Mochtar masuk dalam daftar orang tercela (DOT).

'Hukuman' bagi pemilik dan bankir yang tidak berhak memiliki saham dan menjadi penggurus perbankan dalam beberapa tahun. Namun, Mochtar masih sempat duduk di kursi Komisaris Utama. 

Mochtar Riady memiliki pengalaman lama di industri perbankan. Sempat menukangi sejumlah bank hingga menjadi raksasa di industri keuangan. Sebut saja PT Bank Central Asia Tbk., Bank Buana yang kini menjadi Bank UOB Indonesia, hingga Bank Panin yang kini dikendalikan iparnya, Mu'min Ali Gunawan.

Adapun Bank Lippo pada akhirnya merger dengan Bank Niaga dan melebur menjadi PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA) di bawah CIMB Group Holdings Berhad (CIMB Group) pada 2007. Ketika Mochtar hendak mengakuisisi Bank Nobu pada 2010, beberapa pihak mempertanyakan statusnya sebagai DOT.  

Pertanyaan ini ditepis oleh Bank Indonesia yang menyatakan bahwa taipan itu telah memenuhi syarat untuk dicoret dari daftar itu. Bank Indonesia menerbitkan restunya untuk Lippo mencaplok Nasionalnobu pada 16 September 2010 dengan menggandeng Yantony Nio, CEO Grup Pikko.

Saat hendak diambil oleh Grup Lippo, Bank Nobu tercatat memiliki portfolio kredit senilai Rp1,01 miliar dengan simpanan dana pihak ketiga senilai Rp23,90 miliar dan modal inti Rp86,64 miliar per September 2010. Ketentuan permodalan minimal Rp100 miliar pada 2010 disebutkan menjadi alasan pemilik Bank Nobu sebelumnya, Alif Gunawan untuk melepas sahamnya ke Mochtar Riady.

Adapun, Hary Tanoe, pengusaha yang dikenal sebagai pemilik jaringan media itu menggenggam emiten berkode saham BABP sebesar 25% dari total saham disetor melalui MNC Group yang dipegang oleh PT MNC Capital Indonesia Tbk. (BCAP). 

MNC Group melalui MNC Kapital melakukan akuisisi atas 54,86 juta lembar saham BABP dengan harga pembelian mencapai Rp7,95 miliar. Dengan demikian, MNC Kapital mengantongi sebanyak 1,37 miliar lembar saham, setara dengan 25% kepemilikan ICB Bumiputera. 

Awal dibeli Hary Tanoe, MNC Bank tercatat memiliki portofolio kredit senilai Rp6,07 triliun dengan simpanan pihak ketiga senilai Rp8,98 triliun. Namun, saat itu BABP mencatatkan rugi Rp19,66 miliar per September 2014.

Kinerja teranyar sebelum dikawinkan dengan Nobu atau sewindu di bawah bendera MNC Group, MNC Bank menunjukkan perkembangan kinerja. Laba per September 2022 senilai Rp57,51 miliar, dengan portofolio kredit Rp10,02 triliun dan himpunan dana pihak ketiga Rp12,09 triliun.

Sebelum merger, MNC Bank sempat menjadi perbincangan saat aplikasi digitalnya, yaitu MotionBanking, memperoleh izin digital onboarding atau pembukaan rekening simpanan secara online (digital) dari OJK. 

Untuk mewujudkan ambisi dalam perbankan digital, MotionBanking memanfaatkan ekosistem MNC Group yang besar. Misalnya saja, lebih dari 9 juta pelanggan TV berbayar yang telah terdaftar, dengan tambahan 3-4 juta pelanggan baru setiap tahun; 63 juta Monthly Active User (MAU) dari layanan Over The Top (OTT) seperti RCTI+ & Vision+; dan 50 persen populasi Indonesia yang menjadi pemirsa TV Free To Air (FTA).

Bank Nobu sebelumnya juga telah memiliki sejumlah rencana untuk mengembangkan bisnis digital. Pertama, inovasi produk dan layanan, yaitu dengan mengambangkan berbagai produk dan layanan keuangan yang inovatif dan berbasis digital bagi nasabah individu dan UMKM.

Kedua, membangun kolaborasi dan ekosistem digital dengan mengoptimalkan kolaborasi dengan ekosistem afiliasi dan partner strategis lainnya. Ketiga, peningkatan produktivitas bank secara berkelanjutan melalui penerapan teknologi digital dan cara kerja baru.
 

Sinyal Merger dari John Riady dan Hary Tanoe

Rencana merger kedua bank cukup mengejutkan. Pasalnya, tak banyak kolaborasi dua konglomerasi tersebut sebelumnya. 

Kongsi Grup MNC dan Grup Lippo hampir saja terwujud dalam proses akuisisi PT Link Net Tbk. (LINK). Berdasarkan catatan Bisnis, pada medio akhir 2019, PT MNC Vision Networks Tbk. (IPTV) sempat dikabarkan berminat mengakuisisi LINK dari Grup Lippo. 

Kala itu, petinggi IPTV menyatakan kesiapannya untuk mengakuisisi LINK lantaran memperkuat jaringan internet kabelnya. Namun demikian, rencana tersebut urung terlaksana. Belakangan, aksi akuisisi LINK justru direalisasikan oleh PT XL Axiata Tbk. (EXCL) pada Juni 2022, bukan Grup MNC.  

Namun, jika ditelisik kembali, Direktur Grup Lippo John Riady pernah sowan ke kompleks MNC Center di Jakarta Pusat pada 24 Maret 2021. 

Kala itu, John Riady ditemui secara langsung oleh bos Grup MNC Hary Tanoe. Keduanya menyatakan adanya peluang kerja sama yang dapat dilakukan di masa depan.

Keduanya menyebutkan keduanya membahas potensi kerja sama di berbagai bidang, seperti media, properti, hingga kesehatan. Apalagi, Hary Tanoe telah lama mengenal John Riady. 

Namun demikian, uniknya baik Hary maupun John tidak menyinggung potensi kerja sama di sektor perbankan.

Prospek Merger Nobu dan MNC Bank

Kabar perkawinan 2 bank milik orang kaya di Indonesia itu pun mendapatkan respons di pasar modal. Sehari usai OJK mengonfirmasi kabar merger Nobu dan MNC Bank, saham keduanya dibuka melejit. 

Saat artikel ini ditulis, saham Bank Nobu berada di zona hijau dalam kurun waktu seminggu terakhir. Data RTI Business menunjukkan harga NOBU naik 5,56% ke level 570. Sementara, BABP menguat 7,45% selama 7 hari terakhir ke level 101.  

Kapitalisasi pasar Bank Nobu tercatat senilai Rp3,01 triliun, sedangkan MNC Bank senilai Rp3,41 triliun.

Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan menilai rencana merger kedua bank sangat menarik. Meski bukan bank besar, tetapi keduanya berasal dari konglomerasi besar. Menurutnya, keberhasilan kolaborasi memberikan prospek yang baik ke depannya.

"Keduanya memiliki concern bisnis yang sama dalam hal digitalisasi perbankan. Hal ini akan mempercepat kolaborasi dan meningkatkan kualitas program layanan digitalisasi bank hasil merger," jelasnya.

Alfred menjelaskan aksi korporasi merger akan mewajibkan proses mandatory tender offer. Dengan demikian, penetapan harga masing-masing bank akan menjadi hal yang ditunggu pasar.

Saat ini, saham kedua bank diperdagangkan pada PBV yang sama, yaitu 1,4 kali. Sementara, secara historis PBV tender offer emiten bank di bursa berada di rentang 1,4 kali hingga 3,5 kali.

Dia pun memperkirakan NOBU akan menjadi bank eksisting paskamerger nanti. Pasalnya, meskipun secara ekuitas MNC Bank lebih besar, tetapi secara aset dan jaringan operasional, NOBU jauh lebih besar.

Sementara itu, Research and Consulting Infovesta Utama Nicodemus Anggi mengatakan kabar merger kedua bank menarik bagi investor karena membuat total aset kedua bank hasil merger semakin besar, yakni mencapai Rp37,98 triliun. Bank pun bisa berkompetisi dan naik kelas menjadi kelompok bank dengan modal inti (KBMI) II.

"Merger ini juga membuat kedua perusahaan akan bersinergi bersama untuk mendukung perluasan prospek secara bisnis," katanya.

Selain itu, akan ada potensi penambahan unsur penyaluran kredit yang maksimal jika keduanya sudah resmi merger. "Bank jadi lebih prospektif karena semakin memperkuat ekosistem yang sudah ada sebelumnya," katanya.

Dia juga mengatakan merger kedua bank ini akan memberikan keuntungan saham jangka pendek bagi investor. "Bisa dapat potensi gain dari short trading yang optimal karena aksi korporasi. Ini tercermin dari harga saham hari ini yang dua-duanya kompak naik," ujarnya.

Kedua bank pun akan memperoleh kapitalisasi pasar yang lebih besar sehingga likuiditas diharapkan bisa naik jika proses merger sudah berjalan.

Apakah merger ini bakal menghasilkan raksasa baru di industri perbankan karena melibatkan dua konglomerat kawakan? Atau hasrat kawin paksa untuk memenuhi misi konsolidasi industri perbankan nasional?

Penulis : Annisa S. Rini, Hendri T. Asworo, & Alifian Asmaaysi
Editor : Annisa Sulistyo Rini & Hendri T. Asworo
Previous

Dukungan Cargill pada Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia

Next

Bersih-Bersih Kementerian Sultan, Belajar dari Park hingga Biden 

back-to-top
To top