bisnis-logo

Stories

Krisis Pangan Dari Zaman Kolonial hingga Milenial

Krisis pangan menjadi masalah klasik bagi masyarakat pada zaman kolonial hingga zaman milenial. Persoalan kelangkaan dan harga menjadi makanan sehari-hari.

17 Oktober 2023

A+
A-

Krisis urusan perut bukan menjadi masalah baru di negeri ini. Stempel sebagai negeri lumbung pangan, Indonesia masih sering berurusan dengan krisis.

Sejarah mencatat, krisis pangan yang berurusan dengan beras setidaknya telah terjadi sejak zaman kolonial. Makanan pokok masyarakat itu kerap menjadi masalah besar.

Mengutip studi yang berjudul Kebijakan Pangan Pemerintah Orde Baru dan Nasib Kaum Pertani Produsen Beras 1969-1988 karya Hikmah Rafika Mufti dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia dijelaskan bahwa utak-atik kebijakan untuk mengamankan urusan makan rakyat telah dilakukan sejak zaman Belanda.

Pada era penjajahan, meledaknya jumlah penduduk pribumi telah menyebabkan masalah bagi penyediaan pangan kala itu. Peningkatan jumlah penduduk tidak diiringi dengan persediaan pangan yang cukup.

Krisis pangan terus berulang pada zaman tersebut dengan berbagai persoalan lainnya. Pecahnya Perang Dunia I membuat pasokan pangan menjadi tersendat karena kelangkaan kapal.

Belanda, kala itu mengandalkan pemenuhan pangan di Indonesia salah satunya dari Jerman yang terlibat dalam perang itu. Alhasil, stok pangan tidak dapat berlabuh di wilayah Hindia Belanda.

Kekeringan, hingga pergeseran fungsi lahan pertanian dari padi menjadi komoditas ekspor juga menjadi penyebab kelangkaan pangan hingga pergeseran ke pemerintahan Jepang.

Intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian telah dijalankan pemerintah Belanda hingga Jepang untuk mengakali kelangkaan pangan yang masih terus terjadi.

Setelah negeri ini merdeka, pemerintahan baru Indonesia masih sibuk dengan urusan politiknya, sedangkan untuk bagian pemulihan ekonomi masih belum tersentuh.

Padahal, pemulihan ekonomi menjadi sangat krusial bagi stabilitas harga bahan pokok. Hasilnya, harga kebutuhan pahan pokok melesat.

Tak dapat dipungkiri, berbagai macam program yang telah dicanangkan untuk mengamankan urusan perut hajat orang banyak, belum dapat membantu untuk menuntaskan masalah kelangkaan atau pun tingginya harga kepada masyarakat.
 

Krisis Beras Zaman Milenial

Jika masyarakat zaman kolonial kerap mengalami krisis pangan, kini kondisi itu diturunkan juga kepada masyarakat generasi milenial.

Adanya fenomena alam Super El Nino dan anomali kenaikan harga telah menyebabkan adanya kelangkaan pasokan beras di dalam negeri. Pemerintah pun akhirnya lagi-lagi mengandalkan impor.

Tujuannya, impor yang dilakukan itu untuk menambal gap dan untuk menstabilkan harga jual.

Data Badan Pangan Nasional per 20 September 2023 mencatat, produksi beras pada tahun ini diproyeksikan hanya mencapai 30,83 juta ton atau lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi pada 2022 sebesar 31,54 juta ton, dan 31,36 juta ton pada 2021.

Sementara itu, Konsumsi tahun ini diproyeksikan mencapai 30,84 juta ton. Mengacu pada data Bapanas, proyeksi konsumsi tahun ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya 30,2 juta ton dan 30,04 juta ton pada 2021.

Presiden Joko Widodo, meyakinkan kendati adanya produksi pangan tengah terganggu oleh El Nino, tetapi stok pangan, terutama beras masih aman.

“Saya melihat ke bawah itu, untuk memastikan bahwa produksi itu masih baik, memang turun karena super El-nino. Namun, [stok] masih baik, jadi jangan nanti kita terkondisikan 'wah keliatan ngeri sekali', ndak. Produksi masih baik, tetapi memang terganggu sedikit oleh super El-Nino,

Menurut Jokowi, cadangan beras di Bulog juga masih aman hingga akhir tahun. Meski begitu, dia mengamini bahwa alasan pemerintah untuk melakukan pengadaan dari impor memang diperlukan buat menekan harga di pasaran.

Kepala Negara melanjutkan bahwa cadangan beras di Bulog mencapai 1,7 juta ton serta melalui pengadaan impor akan datang hingga 500.000—600.000 ton. Harapannya, besaran stok tersebut apabila sudah masuk ke pasar dapat menurunkan harga beras secara sedikit demi sedikit.

Adapun, untuk mengatasi harga beras yang melonjak, pemerintah sejak akhir 2022 telah memutuskan untuk membuka keran impor. Bapanas mencatat realisasi impor sepanjang Januari - Agustus 2023 sebanyak 1,54 juta ton ditambah rencana impor September - Desember 2023 sebanyak 1,36 juta ton.

Jokowi dan kementerian terkait disebut telah setujui kuota impor beras hingga 1,5 juta ton pada akhir 2023. 

Plt. Menteri Pertanian, Arief Prasetyo Adi memastikan ada tambahan kuota impor beras 1,5 juta ton di akhir tahun ini. Adapun izin tambahan impor tersebut sudah terbit setelah dikoordinasikan dalam rapat antara Kementerian dan Lembaga. 

"Pak Presiden ingin nambah 1,5 juta ton importasi, izin sudah siap, RIPH [rekomendasi impor produk hortikultura] sudah, impor sudah, tinggal percepatan bidding oleh Bulog," ujar Arief saat ditemui di Gedung Kementerian Pertanian, Senin (9/10/2023).

Izin tambahan kuota impor beras itu telah disetujui oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Perdagangan dan Kementerian Pertanian. 

Adapun sumber impor beras tersebut, lanjutnya, paling besar masih mengandalkan Vietnam dan Thailand. Kendati demikian, impor beras tambahan ini dilakukan sebagai upaya menghadapi kondisi darurat pemenuhan stok beras dalam negeri.

Bertumpu Produksi Dalam Negeri

Strategi untuk menciptakan swasembada pangan telah dilakukan pemimpin Indonesia sejak Orde Baru. 

Mengambil pelajaran dari Orde Lama, Soeharto yang kala itu memimpin Indonesia menitikberatkan pangan sebagai kedaulatan negara. Pasalnya, urusan beras dapat sangat berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi, sosial, dan politik.

Untuk itu, Soeharto menjadikan pembangunan bidang pertanian sebagai prioritas yang utama pada Pelita I sampai dengan Pelita IV.

Soeharto masih memegang teguh prinsip terciptanya ketahanan pangan akan mendorong peningkatan ekonomi dan ketahanan nasional. Hal itu tecermin dalam kebijakan-kebijakannya hingga 1983.

Pada masa-masa ini, petani Indonesia menjadi raja di negeri sendiri. Pemerintah memberikan perhatian penuh kepada para petani dengan memperhatikan kebutuhan petani dengan menetapkan harga yang layak untuk merangsang produksi yang cepat.

Sejarah juga mencatat, banyak program-program yang dibuat pada era Soeharto untuk menjaga ketahanan pangan. Mulai dari penyediaan pupuk, hingga benih.

Kendati produksi beras terbukti meningkat, tapi nyatanya Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negerinya sendiri. Pasalnya, peningkatan produksi tersebut juga diimbangi dengan meningkatnya jumlah penduduk.

Persoalan produksi beras masih menjadi masalah yang masih belum terpecahkan dari masa ke masa pemerintahan. 

Pada akhir masa pemerintahan Jokowi, produksi beras dalam negeri ditargetkan meningkat 35 juta ton.

Plt Menteri Pertanian Arief Prasetyo Adi mengatakan untuk mencapai target itu, terdapat 9 arahan yang harus dijalankan. 

Dia menuturkan, target produktivitas perlu didetailkan lebih dari 5,2 ton menjadi 5,4 ton per hektare (ha) atau bahkan 5,7 per ha.

Arief juga mengarahkan untuk memastikan adanya asuransi pertanian, detail optimasi pemanfaatan alsintan, detail 26.000 outlet pupuk, lahan siap eksekusi, penghargaan untuk kepala dinas yang mencapai target, penetapan tanggung jawab wilayah.

Selain itu, dia juga mengarah adanya optimalisasi peran penyuluh pertanian lapangan, dan diarahkan untuk segera mengeksekusi seluruh program.

"Ditambah juga persiapan air," kata Arief kepada Bisnis, Minggu (15/1/2023).

Ketua Komunitas Industri Beras Rakyat (Kibar) Syaiful Bahari menuturkan, 
rasio antara luas lahan, produksi padi dan beras dan konsumsi beras nasional sudah lama tidak berimbang.  

Kebutuhan beras nasional antara 30 sampai 32 juta ton per tahun. Jumlah penduduk semakin bertambah, sedangkan pertambahan lahan pertanian khususnya padi sedikit, bahkan lahan produktif justru semakin berkurang. 
"Dari sini saja terlihat jumlah produksi dan pasokan beras tidak dalam batas aman. Sedikit saja gagal panen di sentra-sentra padi maka sudah pasti pemerintah impor beras untuk menutupi kekurangannya," katanya kepada Bisnis, Senin (16/10/2023).

Menurutnya, perhatian pemerintah untuk meningkatkan produksi juga kurang meskipun janji Presiden Jokowi setiap tahun untuk tidak impor beras. Hal ini terlihat dari semakin dikuranginya anggaran pupuk subsidi hampir Rp10 triliun dalam waktu 5 tahun. 

Dia menambahkan, kualitas benih yang semakin berkurang, dan lambatnya teknologisasi pascapanen. Padahal ketiga faktor tersebut sangat penting bagi peningkatan produksi beras. 

"Pemerintah seharusnya juga mencegah terjadinya monopoli penguasaan gabah oleh industri-industri besar, terlebih lagi di Jawa yang luas lahannya tidak bertambah dan jumlah penggilingan padi rakyatnya banyak," ungkapnya.

Tersandung Kasus di Tengah Badai El Nino

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang kala itu menjabat justru malah tersandung kasus di saat nasib jutaan perut masyarakat Indonesia terombang-ambing dihempas badai El Nino.

Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu terseret kasus korupsi di kementerian yang menjadi tulang punggung produksi pangan nasional.

Syahrul telah diendus oleh Komisi Anti Korupsi sejak pertengahan tahun ini. Dirinya beberapa kali dipanggil oleh Komisi Anti Rasuah itu terkait dengan korupsi di Kementerian Pertanian.

Syahrul kembali menghebohkan publik dengan kabar menghilang usai perjalanan dinasnya di Eropa.

Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Harvick Hasnul Qolbi memastikan bahwa kementeriannya belum mendapatkan kabar terbaru mengenai di mana keberadaan dari Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.

“Betul, sampai hari ini kita terus mencari keberadaan pak Menteri karena memang sampai detik ini kami belum mendapatkan kabar mengenai keberadaan pak Menteri. Sampai hari ini,” ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (3/10/2023).

Dia membenarkan bahwa sebelumnya, Syahrul tengah berada di Roma Italia untuk menghadiri forum Global Conference on Sustainable Livestock Transformation yang diadakan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) atau Organisasi Pangan dan Pertanian. 

Selepas itu, Mentan pun bersama jajaran Eselon I dan Eselon II Kementan berlabuh di Spanyol untuk melakukan kunjungan kerja dalam rangka pengembangan Green House skala industri dengan bertemu Mentan Spanyol Luis Planas Puchades di kantor Kementerian Pertanian.

Syahrul juga bertemu Fernando Miranda Sotillos selaku Secretary Jenderal of Agriculture and Food dan Valentin Almanaz de Lara selaku Director Jenderal of Health and Agriculture production.

Namun, Harvick menegaskan bahwa untuk kepulangan ke Tanah Air tidak dilakukan secara bersama-sama lantaran adanya kendala tiket yang terbatas.

“Kalau dari Spanyol informasi terakhir yang kami terima memang berbarengan dengan beberapa pejabat eselon kami, eselon I ada yang ikut tiga orang juga ada eselon II yang ikut kunjungan kerja pak Menteri, juga beberapa staf. Namun, kembali ke Tanah Airnya memang masing-masing karena mungkin tiket terbatas, akhirnya terpisah,” tuturnya.

Tak berselang lama dari kepulangannya ke Tanah Air, Syahrul Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dijemput paksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (12/10/2023) malam.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atas perkara dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).  

Syahrul diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama menyalahgunakan kekuasaan dengan memaksa memberikan sesuatu untuk proses lelang jabatan, termasuk ikut serta dalam pengadaan barang dan jasa disertai penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementan.  

Selain SYL, KPK turut menahan Direktur Alat dan Mesih Pertanian Kementan Muhammad Hatta. Sebelumnya, KPK telah menahan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono, Rabu (11/10/2023).  

"Tersangka SYL dan MH [Muhammad Hatta] ditahan terhitung mulai dari hari ini 13 Oktober 2023 masing-masing 20 hari kerja sampai dengan 1 November 2023 di Rutan KPK," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada konferensi pers, Jumat (13/10/2023).

Plt. Menteri Pertanian Arief Prasetyo Adi menyatakan bakal bersih-bersih Kementerian Pertanian (Kementan) usai Syahrul tersandung dugaan kasus korupsi. 

Arief mengaku telah mengumpulkan jajaran eselon I dan eselon II Kementan dan menegaskan dirinya tidak akan menoleransi pelanggaran di jajaran Kementan demi integritas. 

"Nomor satu, saya sampaikan zero tolerance for integrity. Jadi sudah enggak main-main lagi. Siapapun yang melanggar yang tidak punya integritas kita akan selesaikan," ujar Arief.

Penulis : Muhammad Ridwan, Ni Luh Anggela, Dwi Rachmawati, Akbar Evandio
Editor : Muhammad Ridwan
Previous

Ada Air Mata di Balik Pembredelan TikTok Shop

back-to-top
To top