Stories
Dua tahun wabah Covid-19 melanda Bumi Pertiwi. Pemerintah sempat kedodoran dalam mengatasi virus mematikan ini. Bahkan mengulang kesalahan yang sama. Bagaimana setelah dua tahun pagebluk ini melanda Indonesia. Berikut ulasannya:
02 Maret 2022
Tepat hari ini, dua tahun lalu, Indonesia mengumumkan kasus pertama Covid-19. Awan gelap serasa hinggap di Tanah Air, setelah virus yang menyerang saluran pernafasan itu akhirnya ‘tiba’ di Nusantara.
Kasus pertama Covid-19 itu diumumkan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) bersama Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, dan Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung.
Pengumuman tersebut, mengonfirmasi dua kasus pertama yang menimpa seorang ibu (64) dan putrinya (31) di Depok, Jawa Barat. Keduanya terinfeksi Covid-19 dari warga negara Jepang yang bertandang ke Indonesia pada Februari 2020.
Sejak diumumkan kasus pertama itu, wabah Covid-19 terus bertambah setiap harinya. Hingga menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia.
Selama 2 tahun pandemi, virus Corona telah bermutasi menjadi varian baru yang menyebar di berbagai negara, termasuk Indonesia. Beberapa varian yang terdeteksi ada di Indonesia adalah Alpha (B.1.1.7), Beta (B.1.351), Delta (B.1.617.2) dan Omicron (B.1.1.529).
Gelombang pertama kasus Covid-19 di Indonesia terjadi pada Januari-Februari 2020. Pada saat itu, penemuan kasus Covid-19 secara harian terjadi pada 30 Januari 2020, mencapai 14.528 orang.
Selang setahun, kasus Covid-19 di Indonesia kian meningkat. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2 Maret 2021 total konfirmasi kasus positif Covid-19 di Indonesia berjumlah 1.347.026 kasus.
Selanjutnya, gelombang kedua Covid-19 terjadi pada Juni-Juli 2021. Biang keroknya adalah varian Delta. Puncak kasus varian ini terjadi pada 15 Juli 2021 dengan kasus positif mencapai 56.757 orang.
Setelah 2 tahun, kasus Covid-19 masih mewabah di Tanah Air. Laporan situs worldometers, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia per 2 Maret 2022 mencapai 5.589.176 kasus konfirmasi positif.
Saat ini Indonesia dihadapkan pada serangan Covid-19 gelombang ketiga yang dipicu penyebaran varian baru Covid-19, yaitu Omicron.
Sejauh ini penambahan kasus Covid-19 tertinggi terjadi pada 16 Februari 2022, mencapai 64.718 kasus. Angka tersebut melampaui rekor tertinggi saat gelombang kedua Covid-19. Tercatat rekor sejak wabah itu ditemukan di Indonesia.
Berbagai upaya dilakukan untuk menghalau pandemi, baik pemerintah dan swasta. Adapun kebijakan pemerintah untuk menangani pandemi, seperti membatasi mobilitas masyarakat dan melaksanakan program vaksinasi.
Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (Satgas IDI) Zubairi Djoerban mengatakan pengalaman selama dua tahun ini telah membuka mata bahwa ada kebijakan yang efektif dalam mengendalikan pandemi Covid-19.
Salah satunya ialah pembatasan mobilitas yaitu pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
“Tepat dua tahun pandemi di Indonesia dan membuka mata kita bahwa ada sejumlah kebijakan yang efektif terhadap pandemi, kontrol perbatasan, mobilitas manusia dibatasi, tes dan penelusuran diperbanyak serta vaksinasi. Bismillah kita bisa melewati semua ini menuju endemi,” kata Zubairi dikutip dari akun Twitternya, Rabu (2/3/2022).
Presiden Jokowi resmi menjadi orang pertama yang disuntik vaksin Covid-19. Momen ini disiarkan secara langsung untuk meyakinkan penduduk atas keamanan vaksin Corona Sinovac pada 13 Januari 2021.
Langkah vaksinasi pun menjadi salah satu ujung tombak penanganan pandemi Covid-19 yang selalu digalakkan oleh pemerintah.
Hal ini terkonfirmasi dari data situs ourworldindata.org yang menunjukkan sampai 28 Februari 2022 persentase warga Indonesia yang sudah divaksinasi Covid-19 mencapai 69 persen. Sebanyak 52,03 persen dua suntikan dan 16,97 persen satu suntikan.
Berdasarkan data Kemenkes per Selasa, 1 Maret 2022 dari 208.265.720 target yang divaksin di Tanah Air, sebanyak 190.976.834 orang telah menerima suntik untuk dosis pertama, sedangkan 144.505.806 telah menerima dosis kedua, dan 10.214.605 sudah disuntikan dosis ketiga.
Sementara itu, sejak mencapai titik tertinggi pada 16 Februari 2022, penambahan kasus Covid-19 di Indonesia setiap hari dalam tren menurun. Satgas Penanganan Covid-19 mencatat jumlah penambahan kasus infeksi virus Corona pada 1 Maret 2022 sebanyak 24.728. Alhasil, hingga 1 Maret 2022 terdapat 5.589.176 kasus positif Covid-19 di Indonesia.
Adapun, jumlah yang sembuh dari kasus positif Covid-19 hingga 1 Maret 2022 bertambah 39.887 orang sehingga menjadi sebanyak 4.901.302 orang, sedangkan jumlah orang yang meninggal hingga 1 Maret 2022 di Indonesia bertambah 325 orang.
Dengan demikian, jumlah korban meninggal selama pandemi Covid-19 sebanyak 148.660 orang.
Kemenkes juga mencatat kasus harian di 7 provinsi lain sudah melandai di antaranya, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Gorontalo, Bengkulu, dan Lampung.
Kemenkes menilai faktor tersebut yang diyakini membuat posisi perawatan pasien di rumah sakit melandai karena kontribusi pasien di daerah dengan populasi besar juga ikut turun, sebab hingga Selasa (1/3), pasien dirawat di rumah sakit secara nasional turun menjadi 34 persen dari hari sebelumnya di posisi 35 persen (28/2).
“Konfirmasi kasus harian (1/3) berada di posisi 24.728 kasus per hari. Sangat jauh jika dibandingkan posisi tertinggi yang sempat mencatat angka 64.718 kasus per hari. Rasio BOR [bed occupancy ratio/tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit] masih sangat terkendali dengan kecenderungan menurun,” kata Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi lewat rilisnya, Rabu (1/3/2022)
Data Kemenkes juga menunjukkan bahwa di beberapa daerah pada pekan terakhir Februari 2022 mengalami penurunan positivity rate, seperti DKI Jakarta, Bali, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Maluku, Papua, NTB, Papua Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Tengah.
“Meskipun dalam pantauan kami masih ada beberapa provinsi di Jawa dan luar Jawa yang meningkat, tapi secara agregat kita bisa melihat penanganan pandemi secara nasional membaik karena provinsi dengan kota-kota besar padat penduduk sudah melewati puncaknya dalam waktu yang cukup konsisten,” ujar Nadia.
Sementara itu, perbaikan indikator penanganan pandemi juga tampak dari angka kesembuhan pasien di rumah sakit yang terus meningkat secara nasional. Hingga Senin (28/2), angka kesembuhan pasien ada di posisi 43.992. Angka ini lebih baik dari hari sebelumnya Minggu (27/2) yang ada di posisi 39.384.
“Beberapa hari yang lalu, kita juga mencatat rekor angka kesembuhan harian tertinggi sejak awal pandemi ini diumumkan sebesar 61.361 (25/2), melewati rekor sebelumnya pada 6 Agustus 2021 yang sempat menyentuh angka 48.832,” ujarnya.
Kendati demikian, data menunjukkan risiko kematian tertinggi masih terjadi pada pasien yang belum menerima vaksinasi lengkap, lansia, dan memiliki komorbid.
Berdasarkan data Kemenkes pada 5.013 pasien yang meninggal akibat kasus Covid-19 dari 21 Januari—26 Februari 2022, komorbid terbanyak yang ditemukan di pasien meninggal adalah diabetes melitus dan bahkan 21 persen pasien memiliki komorbid lebih dari satu.
“Hingga Sabtu (26/2), dari 5.013 pasien yang meninggal akibat Covid-19, 69 persen belum divaksinasi lengkap, 57 persen di antara pasien meninggal tersebut adalah lansia dan 45 persen memiliki komorbid,” tuturnya.
Alhasil, dia melanjutkan, untuk menekan angka kematian, pemerintah akan terus meningkatkan dan memperluas layanan kesehatan serta mempercepat laju vaksinasi.
“Pemerintah akan memberikan vaksinasi lengkap hingga booster adalah upaya agar pertahanan terhadap virus Covid-19 menjadi lebih tinggi, terutama bagi lansia, pasien dengan komorbid, dan anak-anak terhadap risiko bergejala berat hingga kematian akibat Covid-19,” katanya.
Dia memerinci, untuk vaksinasi booster, kini sudah dapat diberikan kepada seluruh masyarakat yang berusia diatas 18 tahun, dan telah menerima vaksinasi dosis primer minimal tiga bulan sebelumnya.
Pemerintah juga telah resmi menambahkan regimen vaksin booster, yakni vaksin sinopharm. dengan demikian ada 6 jenis regimen vaksin booster yang digunakan di indonesia; Sinovac, Astrazeneca, Pfizer, Moderna, Janssen (J&J), dan Sinopharm.
Meski tren kasus Covid-19 di Indonesia mulai membaik, tapi pemerintah Indonesia nampaknya belum mau terburu-buru transisi dari pandemi menuju endemi.
Presiden Jokowi meminta perubahan status pandemi menjadi endemi tidak dilakukan tergesa-gesa dan harus memperhatikan aspek kehati-hatian.
"Mengenai perubahan status pandemi menjadi endemi, Pak Presiden menekankan kita tidak perlu tergesa-gesa dan memperhatikan aspek kehati-hatian. Presiden tidak mau kita sampai kembali ke situasi awal pandemi," ujar Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abraham Wirotomo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (2/3/2022).
Abraham mengatakan seluruh keputusan akan didasarkan pada data ilmiah dan kalkulasi yang matang. Menurutnya, pemerintah selalu memantau dengan detail perkembangan Covid-19 di Indonesia maupun di negara lain.
Selain itu, sambungnya, pemerintah juga melibatkan para pakar dalam menetapkan setiap kebijakan, terutama dalam penentuan status pandemi.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga angkat bicara terkait alasan mengapa Indonesia belum melakukan pelonggaran seperti beberapa negara lainnya.
Meski Indonesia selalu belajar dari banyak negara untuk menganalisis dan menentukan model terkait penanganan pandemi, tapi Luhut menyatakan kita tidak perlu latah ikut-ikutan negara lain dengan melonggarkan aturan pembatasan Covid-19.
Luhut yang juga merupakan Koordinator PPKM di wilayah Jawa-Bali ini mengungkapkan pemerintah akan melakukan transisi menuju endemi secara bertahap, bertingkat dan berlanjut dengan berbasiskan data indikator kesehatan, ekonomi dan sosial budaya serta terus menerapkan prinsip kehati-hatian.
Dia menjelaskan, pemerintah menggunakan pra-kondisi endemi sebagai pijakan dengan menggunakan sejumlah indikator seperti tingkat kekebalan masyarakat yang tinggi dan tingkat kasus yang rendah berdasarkan indikator WHO.
Pemerintah juga menggunakan inidkator kapasitas respons fasilitas kesehatan yang memadai, maupun menggunakan surveillance aktif. Selain itu, pra-kondisi ini juga harus terjadi dalam rentang waktu yang cukup panjang dan sudah stabil atau konsisten.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga sebenarnya telah memperingatkan bahwa terlalu dini untuk memperlakukan Covid-19 sebagai endemi. Pasalnya, ancaman mutasi virus masih bisa terjadi.
Pelonggaran aturan terlalu dini dikhawatirkan justru akan membuat pandemi lebih lama berakhir.
Diskon Pajak dan Karpet Merah 'Samurai' Jepang