bisnis-logo

Stories

Kemelut Hotel Sultan: Pontjo Sutowo Kembali Melenggang

Upaya pemerintah mengambil alih Hotel Sultan kandas. Hingga tenggat 29 September 2023 aset lahan 13,5 hektare itu masih dikuasai Pontjo Sutowo.

02 Oktober 2023

A+
A-

Jumat (29/9/2023) malam, menjelang pergantian hari, para pekerja masih sibuk mengangkut bunga hias yang digunakan pada sebuah acara di Hotel Sultan. Satu per satu properti dikeluarkan dari salah satu gedung serbaguna usai pagelaran sebuah pesta.

Aktivitas terlihat normal. Jumlah mobil box terparkir berjejer menanti muatan. Ada yang lalu-lalang meninggalkan area hotel.

Di sudut lain, aula utama, para pekerja masih sibuk menyiapkan sebuah acara pertemuan yang digelar esok harinya.

Bergeser ke lobby utama hotel, terlihat rombongan tamu menenteng koper. Terlihat mereka baru datang untuk keperluan bermalam di hotel bintang 5 itu.

Resepsionis, satpam, dan pramusaji terlihat sigap di posnya masing-masing pada malam itu. Aktivitas hotel berjalan normal. Seperti tidak terjadi apa-apa.

Padahal, padahal malam itu merupakan tenggat terakhir beroperasinya Hotel Sultan di tangan pengusaha Pontjo Sutowo, pemilik PT Indobuildco pemegang konsesi lahan seluas 13,5 hektare di komplek Gelora Bung Karno (GBK).

Hal itu sesuai dengan ultimatum yang diberikan pengelola GBK, berakhirnya masa kelola Indobuildco pada 29 September 2023. Realitasnya, hingga tulisan ini ditayangkan, tenggat yang dilayangkan pengola bukan akhir dari masa operasional Hotel Sultan yang dibangun keluarga Sutowo pada 1971 itu.

Kerja sama manis antara PT Indobuildco dengan pemerintah berujung kemelut. Pemerintah ingin mengakhiri masa 'pendudukan' Hotel Hutan oleh Pontjo Sutowo seiring dengan berakhirnya masa pakai atau hak guna bangunan (HGB) pada tahun ini.

Kongsi selama 50 tahun itu semua bermula dari keinginan pemerintah untuk memiliki hotel bertaraf internasional seiring dengan akan digelar Konferensi Pacific Area Travel Association (PATA) ke-23 di Jakarta pada April 1974.

Akhirnya empat hotel besar dibangun di Ibu Kota untuk menyambut hajatan itu. Hotel Mandarin, Hotel Sahid, Hotel Sari Pan Pasific, dan Hotel Sultan.

Rencana pembangunan Hotel Sultan dimulai pada awal 1971 dengan diajukannya surat permohonan PT Indobuildco kepada Gubernur DKI Jakarta masa itu, Ali Sadikin.

Pembangunan Hotel Sultan berjalan mulus di atas lahan eks Asian Games ke-IV meski ada sejumlah syarat yang diminta oleh Pemprov DKI Jakarta.

Ali Sadikin memberikan izin selama 30 tahun untuk membangun Hotel Sultan di atas tanah seluas 13,5 hektare. Atas izin itu pula, Ali Sadikin menerbitkan Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 20/Gelora satu tahun setelahnya.

Dalam perjalanannya, PT Indobuildco memecah HGB Nomor 20/Gelora tersebut menjadi dua sertifikat yakni HGB Nomor 26/Gelora dan Sertifikat HGB Nomor 27/Gelora.

Sementara itu, pada 19 Agustus 1989, pemerintah menerbitkan Sertipikat HPL 1/Gelora.

Pontjo Sutowo akhirnya bisa mendirikan Hotel Sultan dan mengoperasikannya setidaknya hingga 30 tahun pertamanya. 

PT Indobuildco kembali memperpanjang HGB dengan jangka waktu 20 tahun seiring dengan diterbitkannya SK Perpanjangan HGB oleh Kepala Kanwil BPN DKI pada masa itu.

Dengan demikian, HGB Nomor 27/Gelora diperpanjang hingga 3 Maret 2023 dan HGB Nomor 26 diperpanjang hingga 3 April 2023.

PT Indobuildco tak mau diam. Perusahaan milik anak dari Ibnu Sutowo itu mengajukan empat gugatan ke pengadilan untuk memperpanjang konsesi di persil 15 itu. Namun, seluruh upayanya kandas.

Seiring dengan berakhirnya masa HGB Hotel Sultan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto, mengatakan bahwa kawasan Hotel Sultan di GBK kini statusnya kembali dikuasai oleh pemerintah berdasarkan Hak Pengelolaan (HPL) atas nama Sekretariat Negara Republik Indonesia. 

Hadi menjelaskan, HGB Nomor 26/Gelora dan HGB Nomor 27/Gelora atas nama PT Indobuildco dengan total luas 13,6 hektare di kawasan Hotel Sultan telah berakhir pada 4 Maret 2023 dan 3 April 2023. 

Dengan demikian, status tanah tersebut otomatis kembali pada HPL Nomor 1 Tahun 1989 atas nama Sekretariat Negara Republik Indonesia c.q. Badan Pengelola Gelanggang Olahraga Senayan. 

“Ini berawal dari kepemilikan HGB dari tahun 1973 dengan jangka waktu 30 tahun, sehingga HGB berakhir pada 2003. Lalu, pada 1989, dikeluarkan HPL Nomor 1/Gelora tahun 1989 atas nama Sekretariat Negara Republik Indonesia oleh Kantor Pertanahan Jakarta Pusat. Setelah perpanjangan HGB hingga tahun 2023, kini HGB tersebut resmi berakhir,” kata Hadi dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (12/9/2023).

Tim Kuasa Hukum Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) Chandra Hamzah mengatakan pihaknya tidak berencana untuk memberikan perpanjangan HGB kepada PT Indobuildco.

Pasalnya, PPKGBK telah memiliki rencana induk untuk pengelolaan HPL Nomor 1/Gelora itu.

"HGB baru habis 2023, harusnya kalau HGB berakhir ya kembalikan, kan sama saja seperti kontrakan," ujarnya kepada Bisnis, Senin (25/9/2023).

Chandra mengatakan pihaknya telah bersurat secara resmi kepada PT Indobuildco untuk mengosongkan Hotel Sultan sampai dengan 29 September 2023.

Menurutnya, pengelola mengajukan permintaan itu secara persuasif. Namun, hal itu tidak kunjung direalisasikan oleh PT Indobuildco.

"Ke depan rencana aspek untuk masyarakat publik lebih baik untuk ruang terbuka hijau, aspek komersiaslisasinya harus memberikan manfaat lebih banyak terhadap negara," ungkapnya.

Direktur Utama PPKGBK Rakhmadi Afif Kusumo mengatakan urusan sengketa lahan antara PT Indobuildco dengan pemerintah seharusnya telah berakhir.

Dia menuturkan, seluruh putusan pengadilan menyatakan bahwa pemerintah merupakan pemilik sah dari HPL Nomor 1/Gelora, sehingga aset yang ada di atasnya merupakan milik negara.

"Hotel sultan ini sudah bertahun-tahun dan rasanya ini sudah garis finish kalau maraton," ungkapnya.

Di lain pihak, Kuasa Hukum PT Indobuildco Hamdan Zoelva membantah kliennya menguasai aset negara secara melawan hukum. Dia menyatakan bahwa tuduhan tersebut merupakan kesimpulan ceroboh, merusak reputasi perusahaan dan pribadi Pontjo Sutowo selaku Direktur Utama PT Indobuildco sebagai pengelola sah Hotel Sultan.

Hamdan menjelaskan, PT Indobuildco menguasai dan mengelola lahan seluas 13,7 ha di Kawasan Gelora Senayan berdasarkan pemberian HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora oleh Negara secara sah selama masa pemberian selama 30 tahun: sampai dengan 2002, masa perpanjangannya selama 20 tahun sampai dengan 2023, dan masa pembaruan haknya selama 30 tahun sampai tahun 2053 sesuai dengan Pasal 37 ayat (1) dan Pasal 40 Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah juncto Undang-Undang No. 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. 

"Hal ini sekaligus membantah klaim yang menyatakan HGB 26 gelora dan HGB 27 gelora sudah berakhir jangka waktunya," kata Hamdan dalam konferensi pers di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (15/9/2023).

Lebih lanjut, Hamdan menjelaskan bahwa terkait dengan berakhirnya HGB No 26 dan HGB No.27 pada bulan Maret dan April 2023, maka itu tidak menggugurkan hak pemegang HGB awal untuk mengajukan pembaruan. 

Menurutnya, Pasal 41 ayat (2) Perarturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021 menyatakan permohonan pembaruan hak guna bangunan diajukan paling lama 2 tahun setelah berakhirnya jangka waktu masa perpanjangan hak guna bangunan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu yakin bahwa tidak ada satu pun ketentuan hukum yang dilanggar.

"Saya pastikan saudara Pontjo Sutowo atau Indobuildco tidak merampas aset negara," tegasnya.

Tunggakan Royalti Pontjo Sutowo

Di balik kemelut pengosongan lahan, pemerintah menuding bahwa Pontjo Sutowo masih menunggak pembayaran royalti dengan nilai fantastis. Royalti merupakan pendapatan bukan pajak yang disepakati pemerintah dengan Pontjo Sutowo untuk dibayarkan setiap tahun.

Syarat pemberian royalti diatur oleh Ali Sadikin untuk bisa mendirikan bangunan yang dulu bernama Hotel Hilton.

Dalam salinan surat jawaban Gubernur Ali Sadikin kepada Indobuildco pada 12 Januari 1971 terkait dengan rencana pembangunan Hotel Sultan, Pemerintah Provinsi memberikan dua persyaratan khusus sebelum diterbitkan izin tersebut. 

Ali Sadikin meminta Indobuildco menyumbang sebuah gedung pertemuan yang mampu menampung 25.000 orang kepada Pemprov DKI Jakarta.

Selain itu, Indobuildco harus membayarkan royalti sebesar US$50.000 per tahun atau US$1,5 juta untuk izin penggunaan lahan selama 30 tahun. 

Sementara itu, dalam salinan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.1744/A/k/BKD/71 yang diterima Bisnis, skema pembayaran royalti yang ditetapkan kepada Indobuidlco telah diatur secara jelas.

Surat yang diteken langsung oleh Ali Sadikin dijelaskan bahwa Indobuildco harus menyerahkan US$100.000 pada waktu penandatanganan perjanjian tersebut. 

Untuk sisa royalti dilunasi dalam jangka waktu 30 tahun dengan pembayaran satu per tiga puluh dikalikan US$1,4 juta dolar. Setiap tahunnya, uang royalti harus sudah disetorkan paling lambat pada akhir Oktober.

PPKGBK mengungkap bahwa estimasi tunggakan royalti perusahaan milik Pontjo Sutowo atas Hotel Sultan yakni PT Indobuilco berkisar antara Rp500 miliar-Rp600 miliar. 

Rakhmadi menjelaskan bahwa tunggakan royalti perusahaan Pontjo Sutowo tersebut terhitung sejak periode 2007 hingga habisnya masa HGB Hotel Sultan pada 2023.

"Jumlah royalti itu dari 2007 sampai 2023 ini estimasi angkanya bisa mencapai Rp500 miliar sampai Rp600 miliar yang mereka harus bayar. Itu termasuk denda dari royalti tersebut," kata Adi.

Di lain pihak, Hamdan menyatakan bahwa tuduhan tidak membayar royalti Hotel Sultan sebagaimana dituduhkan pihak Setneg tidak benar. 

Dia menegaskan, kliennya akan membayarkan utang royalti tersebut apabila telah ada landasan hukum yang jelas. 

"Harus jelas dasar pembayarannya. Lalu ada invoice. Jika tidak malah bisa dikategorikan gratifikasi," kata Hamdan.

Sikap Lembek Pemerintah ke Indobuildco

Setelah hampir satu semester dari berakhirnya HGB milik Hotel Sultan, pemerintah memberikan ultimatum kepada Pontjo Sutowo untuk segera mengosongkan lahan tersebut.

PPKGBK memberi waktu hingga 29 September 2023 kepada PT Indobuildco untuk meninggalkan Blok 15 Kawasan GBK atau Hotel Sultan. 

Tim Penasihat Hukum PPKGBK Saor Siagian mengatakan bahwa telah memberikan somasi kepada perusahaan milik Pontjo Sutowo itu untuk meninggalkan kawasan tersebut, sampai dengan jelang akhir pekan lalu, Jumat (29/9/2023). 

"Lima hari itu somasi dari GBK ya, yang memberi sampai tanggal 29 [September]," terangnya.

Saor menjelaskan bahwa pihaknya masih menunggu itikad baik dari PT Indobuildco hingga tengah malam nanti. 

"Intinya kami akan persuasif. Mulai detik ini kami bertanggung jawab secara hukum dan moral, kami tunggu [Indobuildco melakukan pengosongan] sampai jam 24.00," jelasnya saat ditemui di Komplek GBK, Jumat (29/9/2023).

PPKGBK turut menyampaikan bahwa eksekusi Blok 15 Kawasan GBK itu berlandaskan putusan pengadilan sebelumnya yang telah menolak empat kali Peninjauan Kembali (PK) dari pihak Pontjo Sutowo. Majelis Hakim menolak PK PT Indobuildco untuk menyatakan Hak Pengelolaan (HPL) PPKGBK atas Hotel Sultan tidak sah.  

Sementara itu, pemerintah telah meminta secara persuasif kepada pihak Pontjo Sutowo agar segera mengosongkan kawasan tersebut. Saor lalu merujuk pada pernyataan Kapolri yang dialamatkan kepada Pontjo agar mematuhi putusan pengadilan. 

"Saya quote pernyataan Pak Kapolri waktu kita di Kemenko Polhukam: Saya ingatkan kalau masih PT Indobuildco atau Saudara Pontjo Sutowo kemudian masih berkeras, ada konsekuensi hukum yang akan terbit baik pidana bahkan yang spesifik yaitu tipikor," ujarnya.

Namun, lewat dari batas waktu yang diberikan, Pontjo Sutowo mengindahkan perintah tersebut. Hotel Sultan masih beroperasi secara normal.

Hamdan menuturkan, alasan pihaknya masih mengoperasikan hotel yang berada di Blok 15 kawasan GBK tersebut. Alasannya, hingga kini eksekusi pengosongan Hotel Sultan dalam Hak Guna Bangunan (HGB) No.26 dan No.27 tidak pernah disebut dalam perintah pengadilan. 

"Tidak pernah ada perintah pengadilan untuk mengosongkan lahan eks HGB 26-27/Senayan. Sesuai prinsip due process of law, bila ada putusan pengadilan yang mau dieksekusi, maka pihak yang menang perkara meminta penetapan eksekusi dari pengadilan," kata Hamdan kepada Bisnis, Minggu (1/10/2023).

Dalam prosesnya, pengadilan kemudian akan memanggil pihak terkait untuk menjalankan putusan secara sukarela atau aanmaning. Namun, apabila pihak menolak untuk menjalankan aanmaning maka pengadilan akan melakukan eksekusi berdasarkan putusan yang ada. 

"Sejauh ini tidak ada panggilan anmaning dari pengadilan dan tidak ada penetapan eksekusi dari pengadilan. Penetapan eksekusi dari pengadilan juga dibuat berdasarkan adanya putusan pengadilan yang executable atau putusan condemnatoir, artinya ada diktum putusan yang memerintahkan PTI untuk mengosongkan lahan HGB 26/27," tambahnya.

Lebih lanjut, kata Hamdan, hingga kini faktanya tidak ada putusan pengadilan untuk mengosongkan Hotel Sultan. Terlebih, putusan pengadilan juga tidak membatalkan HGB No.26 dan No.27 tersebut. 

"Karena itu PT Indobuildco menempati tanah tanah tersebut hingga sekarang, didasarkan pada alas hak yang sah menurut hukum," imbuhnya.

Pertarungan sengit Pontjo Sutowo untuk mempertahankan Hotel Sultan miliknya dari pemerintah masih terus berlangsung. Di sisi lain, pemerintah masih memiliki kesabaran lebih untuk tidak segera mengambil alih aset tersebut.

Episode dari sengkarut pengelolaan aset negara di lahan eks Asian Games peninggalan Soekarno masih berlanjut ke babak selanjutnya hingga nanti akhirnya dimenangkan oleh Pontjo Sutowo dengan tetap berdiri tegaknya Hotel Sultan atau pemerintah yang berhasil mengambil kembali aset senilai Rp13,5 triliun itu.

Penulis : Muhammad Ridwan, Alifian Asmaaysi, Anshary Madya Sukma, Dany Saputra
Editor : Muhammad Ridwan & Hendri T. Asworo
Previous

Tomy Winata dan Angan Habibie yang Terganjal Relokasi (Part 2)

back-to-top
To top