Company
Massifnya pembangunan infrastruktur pada masa pemerintahan Jokowi gagal menjadi ladang pundi-pundi perusahaan subkontraktor BUMN Karya.
27 September 2024
Ironi, tampak menjadi kata yang tepat bagi para kontraktor kecil di Tanah Air. Bagaimana tidak, massifnya pembangunan infrastruktur dalam beberapa waktu belakangan gagal menjadi ladang cuan. Justru berbalik getir yang harus dijalani hari-hari ini.
Suaranya parau, nyaris tidak ada harapan yang keluar dari mulut Abdel Haq Firdausy. Dia mengisahkan peliknya menagih piutang dari entitas konstruksi pelat merah, yakni PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT).
Abdel yang juga menjabat sebagai Direktur Pemasaran PT Ligno Speciality Chemicals itu menceritakan rumitnya penyelesaian utang anak usaha WSKT, yakni PT Waskita Beton Precast Tbk. (WSBP).
“Belum ada titik terang, karena PKPU para vendor sepertinya tidak punya pilihan lain selain mengikuti cara main PKPU yang merugikan bagi vendor,” ujarnya saat membuka ceritanya tertunggak oleh BUMN Karya.
Dia lantas menuturkan, hingga saat ini Waskita Beton masih belum menyelesaikan utangnya sebesar Rp2,63 miliar kepada perusahaannya. Padahal, posisi utang itu dilaporkan sudah jatuh tempo lebih dari 2.000 hari atau sudah sekitar 5 tahun lamanya.
Abdel bercerita, kala itu pihaknya menjadi vendor admixture beton WSBP. Dia mengirimkan produknya tersebut ke sejumlah pabrik WSBP yang berlokasi di Karawang, Subang, Kalijati, Sadang hingga Bojonegoro.
Akan tetapi, Abdel mengaku pihaknya tak terinformasi mengenai produk admixture beton tersebut akan digunakan untuk proyek apa oleh WSBP.
Tahun demi tahun berlalu. Abdel mengungkap, WSBP sempat membayar sebesar Rp121 juta pada 25 Maret 2024 sebagai salah satu bentuk penyelesaian PKPU. Akan tetapi, sisa utang yang masih tertunggak hingga detik ini belum ada kepastian penyelesaian.
Berdasarkan penelusuran Bisnis, ditemukan fakta bahwa ada upaya para vendor diminta untuk menerima pembayaran utang WSBP yang masih tertunggak dengan menggunakan saham. Saat dikonfirmasi, Abdel membenarkan hal itu.
Namun, kata Abdel, sampai saat ini proses pemberian sahamnya tidak kunjung usai. Terakhir, dirinya baru diminta untuk membuka rekening efek.
“Iya itu betul info terakhir [utang WSBP] dibayar dengan saham. Yang mana, kita akhirnya karena sudah terlanjur ya kita ikuti cara mainnya. Dan akhirnya kita bukalah rekening efek sampai sekarang setahu saya rekening efeknya itu belum selesai-selesai,” tegasnya.
Padahal, harga saham WSBP hingga saat ini terpantau merah. Pada penutupan perdagangan terakhir, Jumat (6/9/2024) harga saham WSBP turun 4,55% menjadi Rp21 per saham. Sementara itu, sepanjang tahun berjalan (year to date/YtD) harga saham WSBP juga anjlok 58% dan hanya berfluktuasi di kisaran harga Rp10 hingga Rp50 per lembar saham.
“Terima sahamnya pun saya rasa belum selesai juga deh sampai saat ini. Jujur itu saya tidak copy [detail teknis mengenai konversi utang menjadi saham] tapi mau harga saham manapun kayaknya tetap jelek,” ungkapnya keberatan.
Nasib pahit juga dirasakan oleh Dika, bukan nama sebenarnya, yang merupakan salah satu subkontraktor 'korban' tunggakan BUMN Karya. Hak yang seharusnya diterima sudah lewat 5 bulan dari tanggal jatuh tempo.
Menurut dia, perusahaan miliknya menyediakan jasa infrastruktur itu tercatat menjadi subkontraktor Waskita Karya di proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, sedangkan total kas yang dilaporkan Dika masih tertahan di WSKT, nilainya mencapai Rp200 juta.
“Proyek kita dari 2023 awal, sekarang sudah selesai proyeknya dan kantornya juga sudah dibongkar,” jelasnya.
Dika menegaskan dirinya masih terus berjuang untuk menagih haknya. Akan tetapi, pihak WSKT disebut kerap mempersulit proses rekonsiliasi. Bahkan, dia mengaku dari total utang Rp200 juta tersebut WSKT hanya mengamini memiliki utang di kisaran Rp100 jutaan.
Dika mengaku tak sendiri, di proyek IKN itu WSKT juga disebut masih banyak menunggak pembayaran jasa kepada para subkontraktor kecil lainnya dengan rata-rata tunggakan mulai dari Rp400 juta hingga Rp600 juta.
“Utang saya termasuk paling sedikit, rekan saya yang satu pekerjaan di sini bahkan ada yang masih nyangkut Rp400 juta hingga Rp600 juta di proyek yang kebetulan saja Waskita yang menjadi leader-nya,” tambahnya.
Senada dengan Abdel, Dika menjelaskan bahwa pihak WSKT terakhir melakukan pencairan ke perusahaannya pada bulan Maret sebelum Idulfitri 2024. Namun demikian, hingga saat ini belum ada informasi pembayaran lanjutan.
Sayangnya, Dika enggan merinci berapa nilai yang dibayarkan oleh WSKT. Dia khawatir, jika identitasnya diketahui akan berdampak pada makin rumit proses penyelesaian utang WSKT kepada perusahaan.
Yang jelas, dia belum mengantongi kepastian kapan tunggakan WSKT ke perusahaanya itu akan dituntaskan. Saat dimintai keterangan lanjutan, bagian administrasi kontrak WSKT disebut juga tidak bisa memberikan kepastian.
“Sampai saat ini belum dikasih monitoring pembayaran sama mereka untuk validasi. Dihubungi juga susah,” jelas salah satu subkontraktor di paket pengadaan Jalan Lingkar Sepaku 4/JLSS4 tersebut.
Masalah pembayaran subkontraktor oleh BUMN Karya ini bukan pertama kali terjadi. Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (Gapensi) mengungkapkan, masalah pembayaran vendor oleh BUMN Karya menjadi salah satu yang paling banyak dikeluhkan oleh anggotanya.
Wakil Ketua Umum III Badan Pengurus Pusat (BPP) Gapensi, Bambang E. Marsono menelisik akar masalah pembayaran vendor ini bermuara dari ketatnya likuiditas yang dimiliki oleh BUMN Karya. Terlebih, saat ini perusahaan konstruksi pelat merah juga tengah dipelototi oleh pihak bank akibat tunggakan kredit yang tak kalah jumbo.
Di samping itu, Bambang juga berpandangan sistem lelang proyek yang diimplementasikan pemerintah cenderung tak ramah bagi kontraktor kecil serta hanya menguntungkan bagi para kontraktor berskala nasional atau BUMN Karya semata.
Hal itu terjadi lantaran pemerintah hanya menyediakan paket lelang proyek dengan skala besar, sehingga para kontraktor kecil tak dapat mengikuti proses lelang. Alhasil, para kontraktor kecil hanya mampu menjalin kerja sama menjadi subkontraktor dengan BUMN Karya yang notabenenya memiliki kondisi keuangan merah.
“Pembayaran terus terang, ada pengalaman teman saya 2 tahun itu belum lunas. Artinya masih ada kemungkinan lebih dari 2 tahun [akan tertunggak]. Ini sebetulnya menurut kami adalah sistem yang perlu dikembangkan. Kalau sistemnya pro kepada pengusaha kecil, seperti tadi tendernya bisa dikasih paket kecil atau JO [joint operation] dengan yang kecil mungkin bisa diminimalisir [masalah pembayaran ini],” jelasnya.
Untuk mengantisipasi daftar vendor korban BUMN Karya makin bertambah panjang, Bambang menilai pemerintah perlu turun tangan untuk menciptakan sistem pengadaan lelang proyek yang lebih memihak pada para kontraktor kecil.
Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan para kontraktor kecil untuk dapat secara mandiri mengerjakan proyek-proyek yang disuguhkan pemerintah tanpa perlu membangun kerja sama secara back to back dengan BUMN Karya.
Bambang menjelaskan, dalam kerja sama back to back antara subkontraktor dengan BUMN Karya disepakati bahwa pembayaran akan dilakukan oleh kontraktor utama apabila telah terjadi pencairan dari pemerintah.
“Nah tapi faktanya tak begitu, dari owner [pemerintah selaku pemberi proyek] sudah dibayar misalnya pada termin kedua katakanlah 30% sudah dibayar kepada BUMN Karya, ke kami [subkontraktor] belum dibayar, itu masalah back to back,” imbuhnya.
Di sisi lain, Wakil ketua Umum VI Gapensi, Indrajaja Manopol merinci kinerja keuangan sejumlah perusahaan BUMN Karya yang tak kunjung membaik diproyeksi bakal terus menciptakan masalah wanprestasi ke depan.
Dia menjelaskan, dari sisi liabilitas, jumlah tanggungan utang jangka panjang maupun jangka pendek perusahaan konstruksi pelat merah tak sebanding dengan aktivitas arus kas positif yang dimilikinya.
Alhasil, hal itu membawa bottom line perusahaan BUMN Karya parkir di zona merah hingga berdampak pada kewajiban pembayaran vendor.
Meski telah nyata BUMN Karya melakukan tindakan wanprestasi, Indra mengatakan bahwa tak banyak yang dapat dilakukan oleh para subkontraktor. Atas dasar hal itu, dirinya berharap pemerintah ke depan dapat turun tangan menyelesaikan masalah menahun ini.
“Akhirnya, perusahaan yang kecil ini kan tak bisa menuntut, jadi hanya bisa merasakan. Nah ini kalau seandainya pemerintah membagi porsi yang lebih adil tadi, pembangunan ini kan harus fair, pemerintah sebagai regulator tak hanya mengadakan paket yang besar saja karena mungkin kemampuan kami hanya Rp50 miliar ke bawah, jadi anggota kita ini bisa makan, bukan semakin mati,” tegasnya.
Di tengah kemelut yang ada, seluruh emiten BUMN Karya berkomitmen untuk dapat segera melakukan penyehatan pada kinerja keuangan perusahaan. Hal itu dilakukan guna memangkas beban piutang yang ditanggung baik kepada pihak perbankan maupun pihak vendor.
Direktur Utama Waskita Karya, Muhammad Hanugroho menuturkan saat ini 100% kreditur perbankan telah menyepakati proses master restructuring agreement (MRA) senilai Rp26,3 triliun. Dalam kesepakatan restrukturisasi baru itu, WSKT akan mendapat keringanan penurunan bunga utang dari 5% menjadi 3,5% dengan tenor restrukturisasi mencapai 10 tahun.
Dengan demikian, Hanugroho menjelaskan bahwa ke depan pihaknya dapat lebih fokus dalam menyelesaikan kewajiban pembayaran terhadap vendor serta pembayaran pajak.
"Dengan proses ini [restrukturisasi], kami memperoleh kepercayaan all out untuk memperbaiki sustainability," ujarnya dalam konferensi pers pada Jumat (6/9/2024) di Jakarta.
Adapun saat ini WSKT dilaporkan telah menyelesaikan restrukturisasi tiga seri obligasi dari empat seri obligasi yang ada senilai Rp3 triliun. Sementara itu, seri obligasi yang masih dalam tahap penyelesaian restrukturisasi memiliki nilai Rp1,3 triliun.
Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Keuangan PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI) yang mengungkap bahwa pihaknya terus berkomitmen dalam memenuhi kewajiban pembayaran. Salah satu contohnya, pihaknya baru saja menyelesaikan pembayaran obligasi yang jatuh tempo khususnya untuk obligasi yang diterbitkan pada 2019 dan 2021.
“Bagaimana komitmen ADHI dalam memenuhi kewajiban? berdasarkan historis kita punya kewajiban yang cukup signifikan besar, yaitu dari obligasi yang jatuh tempo khususnya yang diterbitkan di 2019 dan 2021 itu sudah kita selesaikan di posisi 24 juni 2024 dan bahkan di bulan Agustus ini kita sudah menyelesaikan dengan baik karena sumber penyelesaiannya sudah kita selaraskan dengan income yang ada di project,” jelasnya.
Di samping itu, ADHI juga berkomitmen untuk dapat menjaga cashflow tetap positif dengan cara menyusun kembali kanalisasi pembiayaan. Lebih lanjut, ADHI juga memastikan proyek jangka panjang yang saat ini tengah digarap perseroan telah mendapat dukungan pendanaan yang utuh atau financial close.
Sehingga, permasalahan pembayaran baik pada bank, obligasi, hingga vendor diharapkan dapat terjaga dan bisa diselesaikan secara tepat waktu.
Sementara itu, bila menilik laporan keuangan milik PT Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI), PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. (WIKA), dan PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) total pembayaran kas kepada pemasok dan subkontraktor 4 emiten BUMN Karya yang telah diguyurkan mencapai Rp27,82 triliun pada semester I/2024.
Melansir laporan keuangan konsolidasi empat emiten tersebut, WIKA tercatat menjadi yang paling jumbo mengguyur pembayaran pemasok dan subkontraktor mencapai Rp9,43 triliun sepanjang semester I/2024. Posisinya itu turun 19,41% secara tahunan (year-on-year/yoy) jika dibanding dengan alokasi pembayaran pada periode yang sama di tahun sebelumnya yakni Rp11,7 triliun.
Kemudian, ADHI duduk di posisi kedua sebagai emiten BUMN Karya yang melakukan pembayaran kepada pemasok dan subkontraktor senilai Rp8,79 triliun pada semester I/2024. Alokasi tersebut meningkat 3,46% yoy dari Rp8,50 triliun.
Ketiga, ada PTPP dengan komitmen pembayaran pemasok dan subkontraktor pada semester I/2024 sebesar Rp6,52 triliun. Susut sebesar 26,08% yoy dari alokasi tahun sebelumnya Rp8,82 triliun.
Terakhir, ditempati oleh WSKT yang mengalokasikan pembayaran kas kepada pemasok dan subkontraktor selama semester I/2024 sebesar Rp3,08 triliun atau turun 44,08% dari alokasi pada periode yang sama di tahun sebelumnya Rp5,51 triliun.
Adapun, alokasi pembayaran kas kepada subkontraktor dan pemasok menjadi beban utama dari pos arus kas keuangan empat BUMN Karya tersebut.
Bila dirinci, ADHI mencatat total jumlah penerimaan Rp10,23 triliun, di mana sebanyak Rp8,79 dialokasikan untuk membayar pemasok dan vendor, Rp236,56 miliar untuk pembayaran karyawan dan Rp126,66 miliar untuk pembayaran pajak dan penghasilan. Setelah dikurangi beban pembayaran tersebut, kas bersih ADHI menjadi satu-satunya yang surplus senilai Rp1,07 triliun.
Sementara itu, WIKA menjadi emiten BUMN Karya yang membukukan defisit kas bersih paling besar. Pasalnya, penerimaan kas WIKA sepanjang semester I/2024 sebesar Rp8,85 triliun. Setelah dikurang untuk pembayaran kepada subkontraktor dan lain-lain, arus kas bersih WIKA tercatat minus Rp1,90 triliun.
Kemudian, WSKT membukukan kerugian arus kas bersih Rp1,45 triliun dan PTPP juga mencatat defisit kas bersih sebesar Rp367,97 miliar sepanjang semester I/2024.
Lebih lanjut, hingga periode 30 Juni 2024 ADHI mencatatkan utang bruto subkontraktor pada pihak berelasi maupun pihak ketiga mencapai Rp2,67 triliun. Kemudian WIKA mencatat utang pemasok dan utang subkontraktor sebesar Rp6,21 triliun.
Terakhir, Waskita mencatat utang bruto subkontraktor jangka pendek senilai Rp1,15 triliun dan utang subkontraktor jangka panjang senilai Rp474,31 miliar sepanjang semester I/2024.
Tak tinggal diam pemerintah mengaku telah progresif dalam melakukan bersih-bersih BUMN Karya yang sakit dan dinilai merugikan negara. Salah satu yang masih jelas diingat adalah pembubaran PT Istaka Karya karena sejak putusan homologasi pada 2013, Istaka Karya diklaim tidak menunjukkan perbaikan kinerja.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memastikan meski belum sepenuhnya bersih, jumlah BUMN sakit saat ini telah signifikan berkurang menjadi 7 BUMN saja. Padahal, saat pertama kali menjabat dirinya melaporkan terdapat 47 BUMN yang kinerja keuangannya dalam posisi merah.
“Kalau kita lihat dari banyak BUMN yang merugikan sekarang tinggal 7 BUMN setelah diholdingkan itu ada 7. Artinya, kalau dari 47 BUMN kurang lebih ini 15% ya sudah menuju arah yang baik. Nah, peningkatan good corporate governance itu yang kita harus terus lakukan,” kata Erick.
Erick mengaku tidak sama sekali alergi dengan pemberitaan dan pembicaraan mengenai aduan yang berkaitan dengan BUMN sakit tersebut. Satu yang dia pastikan, bahwa di bawah nahkodanya seluruh kinerja BUMN dipaparkan setransparan mungkin.
Bahkan, untuk meningkatkan pengamanan pengawasan kepada sejumlah BUMN sakit tersebut, Erick mengaku secara internal telah rutin melakukan audit investigasi sebagai bentuk tindakan preventif agar tidak terjadi penyelewengan dalam pelaksanaan ataupun pemaparan laporan kinerja keuangan perseroan.
“Kita ada dua tipe audit. Ada audit tahunan sama audit inevstigasi. Nah itu [audit investigasi] itu biasanya dikerjakan saya, Pak Tiko [Wamen BUMN], termasuk Pak Sesmen BUMN. Karena kadang - kadang kita sebagai pimpinan punya manuver yang tertutup, salah satunya ya ini audit investigasi karena ini feeling-feelingan. Jadi itulah mengapa pengawasan perlu ditingkatkan,” tegasnya.
Erick menyebut, salah satu upaya penyehatan keuangan BUMN Karya itu bakal dilakukan melalui pembentukan holding. Di mana, saat ini tengah digodok skema peleburan tujuh perusahaan konstruksi pelat merah menjadi tiga entitas.
Pada tahap awal, proses “kawin paksa” itu bakal dilakukan pada PT Waskita Karya (Persero) Tbk. (WSKT) yang akan dimerger dengan PT Hutama Karya (Persero) atau HK. Alasannya, kedua BUMN Karya itu memiliki core bisnis yang serupa, yakni pada ruas tol.
Akan tetapi, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyebut ambisi penggabungan HK dan WSKT itu perlu dilakukan dengan hati-hati dan harus melewati kajian dengan seksama.
Bukan tanpa alasan, pengetatan studi risiko itu diperlukan guna menjamin sejumlah penyelesaian proyek yang saat ini tengah digarap oleh BUMN Karya yang tergolong jauh lebih sehat keuangannya. Di samping itu, saat ini HK juga tengah mengemban proyek penugasan pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS).
“Kami hanya menyarankan hati-hati, karena ini juga kami lagi fokus di penyelesaian proyek-proyek PSN. Kalau digabungkan kan nanti bisa ada konsekuensinya, tata kelolanya juga akan berubah,” jelas Basuki.
Di sisi lain, Pengamat BUMN dari Datanesia Institute, Herry Gunawan menuturkan bahwa kondisi yang dialami oleh sejumlah BUMN sakit salah satunya WSKT saat ini memang menjadi representasi paling tepat yang mampu menggambarkan istilah besar pasak daripada tiang.
Herry berpandangan, adanya label BUMN Karya sakit juga sedikit banyak imbas dari proyek penugasan yang dicekoki pemerintah. Alhasil, hal itu berdampak pada likuiditas perseroan hingga membuatnya tak bisa membayar sejumlah kewajibannya baik kepada bank maupun vendor.
Dia juga mengimbau agar pemerintah tak lepas tangan dapat memastikan proses PKPU tidak mengesampingkan hak para vendor yang tertunggak utang oleh BUMN Karya hingga bertahun-tahun lamanya.
“Untuk mengatasi persoalan pada para vendor ini, pemerintah sebagai pemegang saham sekaligus yang dalam tanda kutip memaksa proyek ambisius pada BUMN seperti WSKT harus ikut turun tangan. Bantu penyelesaian pembayarannya,” pungkasnya.
Waswas Eksodus Industri Tekstil China
Sejarah Baru dari Indonesia-Africa Forum 2024