Stories
Keberlanjutan menjadi prinsip penting dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik terintegrasi melalui optimalisasi peran nikel di Tanah Air.
27 Desember 2023
Keberlanjutan menjadi prinsip penting dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik terintegrasi melalui optimalisasi peran nikel di Tanah Air. Pemerintah pun menekankan pentingnya melaksanakan prinsip pertambangan yang berkelanjutan agar produk olahan nikel nasional bisa melenggang ke pasar global.
PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL) yang juga dikenal sebagai Harita Nickel mencoba menerapkan prinsip berkelanjutan tersebut melalui sejumlah upaya pada kegiatan operasionalnya di Pulau Obi Maluku Utara.
Salah satu langkah yang dilakukan Harita Nickel adalah dengan pemanfaatan teknologi penangkap panas dan sistem pengolahan yang bisa digunakan kembali dalam proses manufaktur agar bisa lebih efisien dalam pemanfaatan energi.
Head of Technical Support Harita Nickel Rico Windy Albert mengatakan bahwa beberapa smelter yang dioperasikan perusahaan telah menggunakan teknologi yang lebih efisien dalam pemanfaatan energi.
Dia mencontohkan smelter rotary kiln electric furnace (RKEF) yang dioperasikan oleh salah satu entitas usahanya, yakni PT Halmahera Jaya Feronikel yang memanfaatkan panas dari peleburan bijih nikel di tungku pembakaran elektrik bakal ditangkap dan dimanfaatkan untuk proses kalsinasi di rotary kiln.
Begitu juga panas dari proses rotary kiln yang akan ditangkap untuk dimanfaatkan pada proses pengeringan bijih nikel. Begitu seterusnya, sehingga energi yang digunakan dalam proses tersebut bisa benar-benar efisien.
Tidak hanya sampai di sistem penangkapan panas, Harita Nickel juga memiliki sistem pengelolaan air yang bisa dimanfaatkan kembali dalam proses manufaktur.
“Kami memiliki kolam penampungan untuk mengendapkan air hujan dan air bekas pengolahan nikel. Air itu kemudian kami pompa hingga bisa digunakan smelter, sehingga tidak terbuang,” katanya saat ditemui Tim Jelajah EV Bisnis Indonesia.
Secara terpisah, Environmental Superintendent Harita Nickel Indra Maizar menjelaskan bahwa perusahaan memang memiliki sistem pengelolaan air khusus untuk kepentingan aktivitas produksi nikel.
Menurutnya, Harita Nickel memiliki dua kolam khusus yang berfungsi untuk menampung air hujan dan air bekas aktivitas produksi dari smelter.
Air hujan yang telah ditampung pada kolam tersebut dalam prosesnya akan dipompa ke fasilitas smelter perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi. Sementara itu, air yang sudah digunakan untuk proses produksi nikel akan dialirkan kembali pada kolam yang berbeda untuk ditampung.
“Air itu [yang sudah digunakan untuk memproses nikel] nantinya akan dipompa ke smelter untuk digunakan lagi dalam proses pengolahan nikel,” jelasnya.
Prinsip pertambangan yang berkelanjutan memang telah menjadi komitmen Harita Nickel dalam memanfaatkan nikel secara terintegrasi di Pulau Obi. Hal itu juga yang mendasari perusahaan untuk selalu patuh terhadap prinsip pertambangan ramah lingkungan atau green mining yang diatur oleh pemerintah.
Direktur Operasional NCKL Younsel Evand Roos mengatakan bahwa salah satu kunci utama dalam melakukan bisnis berkesinambungan adalah menjalankan kegiatan usaha sesuai dengan regulasi-regulasi yang berlaku.
Dia menjelaskan bahwa Harita Nickel selalu menganggap Pemerintah Indonesia sebagai mitra penting perusahaan dalam menjalankan usahanya. Oleh karena itu, perusahaan bakal terus melaksanakan kegiatan operasionalnya sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan, termasuk terkait dengan kegiatan prinsip pertambangan yang ramah lingkungan.
“Mereka [pemerintah] itu adalah partner kami. Kalau membuat aturan soal safety, perizinan, dan lainnya tentu akan kami ikuti. Saat mereka membuat batasan-batasan terkait dengan aspek lingkungan, akan kami ikuti juga,” katanya saat ditemui Tim Jelajah EV di Kawasi, Pulau Obi, Maluku Utara.
Salah satu contoh batasan yang diatur oleh pemerintah dalam aspek lingkungan, kata Younsel, adalah terkait dengan baku mutu air limbah pengolahan nikel. Dia berkata, perusahaan pun telah memiliki sistem pengelolaan air (water management) untuk mengelola air hasil aktivitas industri nikel sebelum dilepas ke lautan.
Dia membeberkan bahwa pengelolaan air limbah industri tersebut menggunakan beberapa infrastruktur tambang, seperti check dam, kolam sedimen, dan lain-lain. Harita Nickel juga telah bekerja sama dengan pemerintah terkait dengan pengawasan pengelolaan air tersebut.
Hal itu dilakukan dengan memasang Sistem Pemantauan Kualitas Air Limbah secara Terus Menerus dan Dalam Jaringan atau Sparing pada beberapa titik fasilitas pengelolaan air perusahaan.
“Sistem itu [sparing] sudah online dan bisa dipantau oleh Kementerian ESDM [Energi dan Sumber Daya Mineral]. Sparing itu juga sudah real time mengirimkan data setiap jam, sehingga tidak akan ada manipulasi [data],” jelasnya.
Selain itu, Harita Nickel juga gencar melaksanakan reklamasi pada lahan-lahan eks tambang yang telah selesai diproses. Dia menjelaskan bahwa perusahaan menutup kembali lubang-lubang bekas tambang dengan menggunakan lapisan tanah top soil yang kemudian dilanjutkan dengan penanaman beragam tumbuhan.
Selain itu, Harita Nickel juga terus menerapkan prinsip environmental, social, and governance (ESG) dalam kegiatan operasi dan bisnisnya. Bahkan, perusahaan telah memiliki sertifikasi ISO 14001 terkait dengan sistem manajemen lingkungan, serta ISO 45001 untuk sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja.
“Semua aturan itu harus kami ikuti dan penuhi, karena ini pada akhirnya juga akan menjadi social license bagi perusahaan,” ujarnya.
Soal keberlanjutan ini juga lah yang terus didorong oleh Kementerian Perindustrian yang sekarang membawahi pengembangan smelter di Tanah Air.
Kementerian Perindustrian menilai bahwa praktik yang mengusung ESG menjadi penting dalam upaya mewujudkan pembangunan industri nasional yang berdaya saing global. Langkah tersebut juga sebagai salah satu faktor kunci dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
“Dengan mengembangkan kinerja pembangunan berkelanjutan dan memperluas kebijakan ESG, daya tarik sektor industri bagi para investor bisa ditingkatkan,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Septian Hario Seto, Deputi Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, mengatakan bahwa produsen besar nikel di Indonesia akan didorong untuk mendapatkan sertifikasi dari entitas global, seperti the Initiative for Responsible Mining Assurance agar bisa memastikan praktik lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan dalam melaksanakan kegiatan pertambangannya.
“Ini demi kepentingan Indonesia sendiri, terlepas dari kesepakatan yang terjalin dengan AS,” katanya.
Selain itu, setiap ton penjualan bijih nikel nantinya akan ditelusuri asalnya dengan menggunakan sistem informasi mineral dan batu bara antarkementerian/lembaga (Simbara).
Sementara itu, untuk fasilitas pengolahan nikel lainnya, Harita Nickel tercatat sebagai perusahaan pertama yang mampu memproduksi nikel sulfat dan kobalt sulfat dari olahan mixed hydroxide precipitate (MHP).
Bahkan, sejak pertengahan tahun ini perusahaan melalui entitas asosiasinya, PT Halmahera Persada Lygend telah mengekspor nikel sulfat ke sejumlah satu mitra bisnisnya.
Nikel sulfat hasil pemurnian di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara tersebut bakal digunakan dalam produksi baterai litium dengan kandungan nikel yang tinggi. Di masa mendatang, penggunaan baterai litium jenis itu akan terus meningkat, terutama dalam industri kendaraan listrik.
Harita Nickel pun menargetkan mampu mengirimkan produk nikel sulfat ke pasar global sebanyak 240.000 ton dalam setahun, sesuai dengan kapasitas produksi pabrik.
“Ke depan, perusahaan akan berusaha mengirimkan kurang lebih sebanyak empat kapal untuk memenuhi target permintaan produksi nikel sulfat tersebut,” kata Direktur Utama Harita Nickel Roy A. Arfandy.
Fasilitas yang baru saja diresmikan pada Mei 2023 itu bukan hanya menjadi yang pertama di Indonesia, tetapi juga yang terbesar dari sisi kapasitas produksinya di dunia.
Kesuksesan tersebut melanjutkan keberhasilan perusahaan dalam mengelola smelter HPAL yang sudah menghasilkan MHP dengan kapasitas penuh. Padahal, smelter HPAL lain di dunia memerlukan waktu cukup lama untuk mencapai kapasitas penuh produksinya.
Dari sisi hulu, untuk memenuhi kebutuhan nikel di smelter yang ada di Pulau Obi, Harita Nickel pun menargetkan produksi bijih nikel sebanyak 32 juta metrik ton pada tahun depan. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dari produksi tahun ini yang ada di kisaran 18 juta metrik ton.
Beroperasinya smelter RKEF yang dioperasikan oleh PT Karunia Permai Sentosa dengan 12 line memang mengharuskan perusahaan memproduksi lebih banyak bijih nikel dalam setahun.
Apalagi, perusahaan juga sedang mengembangkan segmen penghiliran nikel dengan membangun pabrik pembuatan baja nirkarat (stainless steel) yang ditargetkan beroperasi pada 2026–2027.
“Nanti kalau semua sudah full capacity, kami sudah harus siap produksi atau supply sebanyak 38 juta metrik ton ore mentah per tahun mulai 2026,” ujar Direktur Operasional NCKL Younsel Evand Roos.
Adapun, Kepala Teknik Tambang Harita Nickel Primus Priyanto mengatakan bahwa saat ini perusahaan memiliki stok bijih nikel limonit sebesar 14 juta metrik ton. Persediaan tersebut diklaim masih mencukupi untuk kegiatan produksi entitas anak perusahaan, PT Halmahera Persada Lygend (HPAL), selama 5 hingga 6 bulan ke depan.
“Masih cukup untuk 5–6 bulan, karena HPAL rata-rata konsumsi bijih limonit hariannya sekitar 30.000 metrik ton,” katanya.
Di sisi lain, stok persediaan nikel jenis saprolite milik NCKL saat ini ada sekitar 3,8 juta metrik ton. Jumlah tersebut digunakan untuk memasok dua entitas anak perusahaan yang mengolah bijih saprolite menjadi feronikel, yaitu PT Halmahera Jaya Feronikel dan PT Megah Surya Pertiwi.
Primus menjelaskan bahwa persediaan bijih saprolite tersebut masih mencukupi untuk 4–5 bulan ke depan. Secara rata-rata, Halmahera Jaya Feronikel mengonsumsi bijih saprolite sebanyak maksimal 20.000 metrik ton per harinya, sedangkan Megah Surya Pertiwi rata-rata mengolah 5.000 metrik ton bijih dalam sehari.
Untuk memastikan kelanjutan produksi bijih nikel ke depannya, Primus mengatakan bahwa Harita Nickel tengah bersiap melakukan eksplorasi tambang pada izin usaha pertambangan (IUP) yang belum tergarap.
Salah satu daerah baru di Pulau Obi yang sedang dipersiapkan untuk ditambang, kata dia, berada di daerah Desa Fluk dan Desa Gambaru. Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah tersebut dimiliki oleh PT Gane Tambang Sentosa yang baru saja diakuisisi NCKL akhir November lalu.
Saat ini, perusahaan tengah membangun tempat tinggal bagi karyawan untuk kegiatan penambangan di Desa Fluk dan Desa Gambaru. Targetnya, kegiatan penambangan akan dimulai pada tahun depan.
Selain itu, perusahaan juga bersiap untuk masuk ke IUP yang dimiliki entitas anak lainnya, yaitu PT Jikodolong Megah Pertiwi. Dia menuturkan bahwa pihaknya sedang menunggu perizinan dari pemerintah untuk dapat mengeksekusi IUP yang dimiliki oleh perusahaan.
“Saat ini cadangan bijih nikel kami ada 302 juta metrik ton. Kalau kami makin memperbanyak eksplorasi di area IUP baru, tentu saja akan meningkatkan keyakinan bisa naik jumlah cadangannya,” bebernya.
Alarm Sri Mulyani dan Lonjakan Utang di Kementerian Prabowo
Tak Ada Investasi Semahal Nyawa