People
Hashim Sujono Djojohadikusumo kini bersama Arsari Group tengah membangun kembali bisnisnya untuk bisa berjaya lagi seperti dulu.
16 April 2025
Nama Hashim Sujono Djojohadikusumo kembali tampil mewarnai tajuk judul di media massa dalam beberapa tahun terakhir. Adik dari Presiden Prabowo Subianto ini terlihat kembali memperlihatkan taringnya di dunia bisnis Indonesia.
Hashim Djojohadikusumo kini dikenal sebagai pendiri dan pemilik Arsari Group. Adapun, Arsari Group yang didirikan oleh anak bungsu dari empat bersaudara pasangan Soemitro Djojohadikusumo dan Dora Marie Sigar tersebut setidaknya memiliki dua perusahaan yaitu PT Arsari Enviro Industri dan Arsari Tambang.
Terbaru, juga ada PT Arsari Sentra Data yang merupakan pemegang saham pengendali PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI) atau Surge lewat PT Investasi Sukses Bersama.
Namun, perjalanan konglomerasi bisnis Hashim Djojohadikusumo bisa ditelusuri hingga ke masa kejayaan pertamanya di masa Orde Baru. Kala itu, Hashim beroperasi lewat Grup Tirta Mas yang memiliki lengan bisnis mulai dari industri semen hingga perbankan.
Masa-masa sulit ketika krisis moneter 1998 pun sempat mengikis tumpukan bisnis Hashim yang sudah dia bangun, baik didirikan sendiri maupun akuisisi.
Sempat tersangkut skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada 2002, nama Hashim menjadi tak terdengar lagi selama bertahun-tahun. Kini dia kemballi lewat Arsari Group dan siap untuk mengklaim kembali bisnisnya di masa lalu?
Berdasarkan telusuran Bisnis, Hashim Djojohadikusumo kini dikenal lewat Grup Arsari. Arsari sendiri merupakan akronim dari nama anak-anak Hashim, yaitu Aryo, Sara, dan Indra.
Melansir laman resminya, tidak banyak informasi yang dipaparkan oleh Arsari Group. Sementara itu, dalam penjelasan di laman resmi Linked-in, hanya terdapat penjelasan Arsari Group merupakan perusahaan perdagangan dan pengembangan internasional. Arsari Group tercatat memiliki dua entitas lainnya, yaitu Arsari Tambang dan Arsari Enviro Industri.
PT Arsari Tambang merupakan perusahaan tambang timah yang menjalankan operasional mulai dari eksplorasi, eksploitasi, penambangan, pemrosesan, peleburan, pemurnian, hingga penjualan. Perseroan menjalankan bisnisnya di Bangka Belitung.
Arsari Tambang yang didirikan pada 2011 ini menjadi perusahaan induk dari empat perusahaan lainnya yang juga menjalankan bisnis tambang timah di Bangka Belitung yaitu PT Mitra Stania Prima, PT Mitra Stania Kemingking, PT PT Mitra Stania Bemban, dan PT AEGA Prima (AEGA Prima).
Dari pantauan Bisnis, PT Mitra Stania Prima bertindak sebagai tulang punggung yang merupakan perusahaan tambang timah terintegrasi di Pulau Bangka.
Perusahaan ini merupakan yang paling tua di bisnis Hashim hingga kini, didirikan pada 1995 dengan nama CV Mitra Stania Prima. Kala itu, perseroan merupakan subkontraktor PT Timah Tbk. dan menjalankan penambangan skala kecil. Perseroan juga mengirimkan bijih timah ke pabrik peleburan di Mentok.
Lebih lanjut, pada 2001 perusahaan berganti nama menjadi PT Mitra Stania Prima dan memiliki enam konsesi pertambangan timah. Pada 2020, PT Mitra Stania Prima mencatatkan rekor produksinya mencapai 3.299 ton.
Tak heran, perseroan mengklaim dirinya sebagai perusahaan tambang timah terbesar ketiga di Indonesia. Konsesi tambang perseroan yang terbesar berlokasi di Mapur dengan luas tanah 233,5 hektar. Adapun, potensi tambang di sana mencapai 7.551 ton timah.
Selain itu, PT Mitra Stania Prima juga memiliki dan mengoperasikan fasilitas pengolahan dan pemurnian timah. Kapasitas peleburan timah yang dimiliki perseroan mencapai 3.811 ton pada 2024.
Dalam komitmen perseroan terhadap lingkungan, PT Mitra Stania Prima menggunakan energi hijau dan solar panel sebagai sumper energi.
PT Mitra Stania Kemingking adalah perusahaan anak dari PT Mitra Stania Prima dengan kegiatan utamanya menggarap tambang di Kecamatan Sungaiselan dan Koba di Kabupaten Bangka Tengah. Luas wilayah yang dikerjakan eprseroan mencapai 1.206,4 hektar.
PT Mitra Stania Bemban juga merupakan perusahaan afiliasi PT Mitra Stania Prima dengan lokasi kegiatan pertambangan di Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah.
PT AEGA Prima (AEGA Prima) terafiliasi langsung dengan Arsari Tambang. Perseroan memiliki izin usaha hingga 2035 untuk melakukan kegiatan pertambangan di Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka.
Sementara itu, tidak banyak yang diketahui mengenai Arsari Enviro Industri. Laman resmi dari Arsari Enviro Industri tercatat tengah berada dalam proses pemeliharaan hingga saat ini.
Pada akhir 2024, beredar kabar Arsari Tambang akan mengakuisisi 10% saham PT Tambang Mas Sangihe. Induk usaha Tambang Mas Sangihe (TMS) Baru Gold Corp. menyatakan bahwa perseroan telah menandatangani non-binding letter of intent dengan PT Arsari Tambang untuk menjadi mitra ekuitas dan investor strategis.
Kala itu, Baru Gold mengatakann PT Arsari Tambang akan mengakuisisi 10% saham ekuitas perseroan dari pemegang saham eksisting.
PT TMS memberikan PT Arsari Tambang opsi untuk meningkatkan kepemilikan 15% dalam 5 tahun mendatang. Jika opsi ini diambil, kepemilikan Baru Gold di PT TMS akan berkurang dari 70% menjadi 59,5%. Seiring aksi korporasi ini, Hashim Djojohadikusumo akan didapuk menjadi presiden komisaris PT TMS.
Berdasarkan catatan Bisnis, TMS telah mendapatkan izin operasi produksi dalam bentuk kontrak karya (KK) dari menteri ESDM dengan nomor Surat Keputusan SK 163.K/MB.04/DJB/2021.
Pada 2024, PT Kayan Hydro Energy (KHE) menggandeng Hashim Djojohadikusumo mengembangkan PLTA Kayan Cascade di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.
Kala itu, Direktur Operasi PT Kayan Hydro Energy (KHE) Sapta Nugraha mengatakan, pembebasan lahan untuk bendungan, pembangkit listrik, dan area tergenang untuk Kayan 1 telah selesai, dan sudah dalam proses pembangunan infrastruktur pendukung.
Adapun, sebagian besar wilayah genangan merupakan konsesi PT IKANI, perusahaan milik Hashim Djojohadikusumo. Adapun, PT IKANI telah menyetujui penggunaan kawasan konsesi ini untuk proyek Kayan Cascade.
Sebelumnya, Sumitomo Corporation dan PT Kayan Hydro Energy (KHE) resmi mengakhiri kerja sama investasi dalam pengembangan PLTA Kayan Cascade, di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Sumitomo adalah perusahaan asal Jepang dan sempat menjalin kerja sama dengan PT KHE. Mereka masuk ke proyek PLTA Kayan Cascade pada tahun 2022 lalu.
Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Kayan Cascade yang berada di Tanjung Selor, Kalimantan Utara.
Namun demikian, belum genap 2 tahun, kerja sama investasi antara KHE dan Sumitomo berakhir pada kuartal I/2024. Tak patah arang meski Sumitomo hengkang, KHE saat ini tengah melobi calon investor Jepang baru yang akan masuk untuk berinvestasi di proyek PLTA Cascade.
Secara keseluruhan, investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan Kayan 1 diperkirakan mencapai US$17,8 miliar atau setara Rp275,9 triliun (asumsi kurs Rp15.500 per dolar AS), termasuk untuk infrastruktur pendukung seperti jalur transmisi dan gardu induk dengan total kapasitas 9.000 megawatt (MW).
Terbaru, Hashim juga mendiversifikasikan bisnisnya ke ranah telekomunikasi dan teknologi. PT Arsari Sentra Data yang dimilikinya merupakan pemegang saham pengendali PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI) atau Surge lewat PT Investasi Sukses Bersama.
WIFI menjelaskan pada 23 Desember 2024 telah terjadi penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) antara pemegang saham pengendali PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI) dengan beberapa pengusaha dan tokoh nasional, untuk mengambil sebagian saham WIFI. Tinawati sebagai pemegang saham WIFI telah menjual 45% saham PT Investasi Sukses Bersama kepada PT Arsari Sentra Data, sehingga terjadi perubahan kepemilikan terhadap saham WIFI secara tidak langsung.
Kepemilikan Hashim Djojohadikusumo di WIFI terpantau lewat PT Investasi Sukses Bersama yang berada di bawah PT Arsari Sentra Data.
WIFI diketahui punya ambisi menghadirkan internet murah atau "internet rakyat" dengan target ekspansi yang masif. Surge berencana menyiapkan produk internet dengan kecepatan 200 Mbps dengan harga Rp100.000. Harga tersebut tergolong murah karena di pasar, umumnya dibanderol Rp300.000.
Baca Juga : Hilal Internet Murah Emiten Hashim Djojohadikusumo (WIFI), Gandeng NTT East dan Right Issue |
---|
Pada perkembangan terbaru, WIFI sedang berupaya menghimpun dana dengan menggandeng investor Jepang, Nippon Telegraph and Telephone East Corporation (NTT East), anak perusahaan inti dari NTT Group asal Jepang yang dikenal sebagai Perusahaan Inovasi Sosial.
Manajemen WIFI dalam keterangan resminya menjelaskan sebagai bagian dari kemitraan ini, NTT East akan melakukan investasi sebesar 49% atau senilai Rp4 triliun, dalam bentuk kepemilikan saham dan non-cash component di PT Integrasi Jaringan Ekosistem (WEAVE), anak perusahaan dari SURGE.
Ilustrasi konentivitas internet/unsplash
Manajemen melanjutkan investasi strategis ini menandai tonggak bersejarah dalam perjalanan transformasi digital Indonesia. Kemitraan ini bertujuan mempercepat terwujudnya akses broadband yang terjangkau, andal, dan inklusif di seluruh Indonesia, dengan memanfaatkan pengalaman puluhan tahun NTT East dalam membangun, mengelola, dan mengoperasikan infrastruktur serat optik berskala besar.
Melalui kolaborasi ini, WEAVE akan memperoleh akses terhadap program transfer teknologi dari NTT East, sistem manajemen kualitas, serta standar desain infrastruktur, untuk memastikan keunggulan operasional dalam pembangunan dan pemeliharaan jaringan Fiber-To-The-Home (FTTH) berskala besar.
Di antara perusahaan milik Hashim Djojohadikusumo yang masih aktif beroperasi itu, juga terdapat sejumlah perusahaan yang sudah kandas yang sempat jaya di masa lalu. Adapun, Hashim Djojohadikusumo dulu berkendara menggunakan PT Tirta Mas dalam memperluas cengkeramannya di bisnis Tanah Air.
Hashim Djojohadikusumo pernah mengakuisisi PT Semen Cibinong yang kini merupakan PT Solusi Bangun Persada Tbk. (SMCB) pada 1988.
Berdasarkan laporan tahunan, PT Semen Tjibinong didirikan pada 1971 sebelum melakukan penawaran umum perdana saham (IPO) di Bursa Efek Indonesia pada 1977. Berdasarkan telusuran Bisnis, kala itu Kaiser Cement and Gypsum Corp. dan International Finance Corp. menjual 49% kepemilikannya kepada PT Tirtamas Majutama.
Dengan kesuksesan bisnisnya di industri semen, Hashim disebut banyak menjaminkan aset SMCB ke perbankan untuk pengembangan bisnis lain.
Sayangnya, perseroan tidak lagi memuat jejak langkah PT Tirta Mas di dalam jejak langkah perseroan. Setelah IPO pada 1977, SMCB memperbarui perkembangan bisnis langsung ke 2001 ketika Holcim Lt. menjadi pemegang saham mayoritas perseroan. Kemudian, perseroan berubah nama menjadi PT Holcim Indonesia Tbk.
Adapun, pada 2002, nasib buruk menimpa Hashim ketika dia ditahan di Rutan Salemba. Kala itu, dia menjabat sebagai Komisaris Utama Bank Industri dan tersangkut kasus penyalahgunaan pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada grup nya sendiri.
Berdasarkan catatan Bisnis, pada dekade 1990an, Hashim mengendalikan beberapa perusahaan 'kelas berat'. Selain PT Semen Cibinong, Hashim juga hadir sebagai Presdir PT Batu Hitam Perkasa (BHP).
Adapun, Hashim memperkuat posisi di BHP lewat PT Tirtamas Majutama. Kala itu, di BHP, Hashim memenangkan kontrak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton swasta I senilai US$1,85 miliar melalui perusahaan khusus di bidang kelistrikan.
Harian Bisnis Indonesia edisi 21 Januari 1993 juga pernah menurunkan artikel di halaman depan terkait dengan rencana Hashim Djojohaikusumo menggarap bisnis kelistrikan dengan mengikuti tender proyek Paiton II.
Namun, sejak ditinggal Hashim atau tak lagi terdengar nama Hashim di perseroan, BHP sempat bergonta-ganti kepemilikan.
Pada 2018, PT BHP diakuisisi oleh PT Toba Bara Sejahtra Tbk melalui PT Toba Bara Energi, milik Luhut Binsar Pandjaitan. Pasca akuisisi, perusahaan berganti nama dari PT BHP menjadi PT Karya Baru TBS.
Perusahaan yang dimiliki oleh Sandiaga Uno PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG) sempat menggenggam saham BHP bersama PT Agung Indonesia Mandiri (AIM).
Selanjutnya, BHP diakuisisi oleh PT Toba Bara Sejahtera Tbk. (TOBA) milik Luhut Binsar Panjaitan senilai Rp7889,1 miliar pada 2018.
Adapun kiprah Hashim di perbankan juga terlihat di Bank Niaga ketika dia masuk lewat PT Tunasmas Paduarta yang merupakan anak usaha Tirta Mas.
Hashim—yang tengah menduduki posisi Chairman Grup Tirtamas—mengumumkan telah membeli 40 persen saham Bank Niaga dengan harga Rp8.000 per lembar dari Keluarga Tahija pada 28 Juli 1997.
Tunasmas Paduarta akan mengambil alih saham Bank Niaga dari PT Austindo Teguh Jaya dan PT Austindo Nusantara. Kedua entitas itu merupakan milik Julius Tahija serta dua orang putranya yakni George dan Sjakon.
Hashim Djojohadikusumo dan George Tahija dokumentasi Koran Bisnis Indonesia edisi 30 Juli 1997./Dok.Bisnis Indonesia
Dalam pemberitaan Koran Bisnis Indonesia edisi 29 Juli 1997, Hashim mengatakan Grup Tirtamas juga akan membeli tambahan 10 persen saham Bank Niaga melalui penawaran tender atau tender offer dengan harga yang sama.
Grup Tirtamas sendiri kala itu memiliki saham sejumlah perusahan di sektor keuangan seperti Bank Papan Sejahtera, Bank Pelita, Bank Kredit Asia, Merril Lynch Indonesia, dan MetLife Sejahtera Insurance.
Untuk memperkokoh sektor keuangan Grup Tirtamas, Hashim membuka peluang dilakukan konsolidasi untuk mendapatkan sinergi. Namun, kala itu belum ada rencana penggabungan usaha atau merger di antara bank-bank tersebut.
Kisah Caregiver, 'Malaikat' Penjaga Kala Usia Senja