People
Edwin Ridwan, CFA, FRM yang sejak 22 Februari 2021 dilantik oleh Presiden Joko Widodo untuk menjabat sebagai Direktur Pengembangan Investasi BPJAMSOSTEK
19 Desember 2022
Bisnis.com, JAKARTA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) membukukan kinerja positif sepanjang 2021 hingga November 2022, terutama dari sisi investasi dana kelolaan.
Total dana yang dikelola BPJAMSOSTEK per akhir November 2022 mencapai Rp624,7 triliun atau tumbuh sebesar 15,5 persen (year–on–year) dibandingkan periode yang sama tahun 2021. Hasil investasi per akhir November 2022 telah mencapai Rp 36,6 triliun atau setara dengan yield on investment sebesar 6,8 persen per tahun, atau tumbuh 13,4 persen yoy dari periode yang sama tahun lalu.
Bila diperinci, kinerja investasi dari pengelolaan dana untuk setiap program BPJAMSOSTEK, mulai dari Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Pensiun (JP), hingga program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) terus mengalami peningkatan.
Di balik kinerja moncer tersebut, ada sosok Edwin Ridwan, CFA, FRM yang sejak 22 Februari 2021 dilantik oleh Presiden Joko Widodo untuk menjabat sebagai Direktur Pengembangan Investasi BPJAMSOSTEK bersama sejumlah direksi baru lainnya.
Pria yang meraih gelar sarjana dan Magister Manajemen dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan memiliki lisensi berstandar internasional di bidang keuangan dan investasi yakni Chartered Financial Analyst (CFA) dan Financial Risk Manager (FRM) ini memiliki rekam jejak karir yang panjang di dunia keuangan dan investasi. Mulai dari auditor, konsultan untuk perusahaan di bursa dan private equity, hingga menjadi pengelola investasi di sejumlah perusahaan seperti PT Danareksa Investment Management dan PT Taspen (Persero).
Untuk mengetahui bagaimana strategi pengelolaan dana BPJAMSOSTEK, Bisnis berkesempatan berbincang dengan Edwin. Berikut petikan wawancaranya:
Apa yang membuat Anda tertarik untuk ikut dalam seleksi direksi BPJAMSOSTEK?
Pada saat saya menempuh kuliah di UI, salah satu dosen saya menjabat sebagai Direktur Utama BPJAMSOSTEK. Dari beliaulah saya mengenal BPJAMSOSTEK atau yang sebelumnya bernama Astek [Asuransi Sosial Tenaga Kerja]. Saat itu BPJAMSOSTEK sudah menjadi pengelola dana paling besar di Indonesia. Sejak saat mahasiswa itulah timbul angan-angan saya untuk suatu saat bisa menjadi pengelola dana investasi.
Setelah sekian lama berkarir di dunia keuangan, khususnya pasar modal baik di perusahaan sekuritas maupun konsultan, pada 2018 saya mendapat tawaran menjadi Chief Investment Officer di PT Danareksa Investment Management. Saya menerima tawaran tersebut karena merupakan kesempatan pertama saya untuk memegang dana yang cukup signifikan yakni sekitar Rp30 triliun saat itu.
Selanjutnya pada 2019, saya menerima tawaran untuk bergabung dengan PT Taspen (Persero) yang saat itu memiliki dana kelolaan mencapai Rp270 triliun. Sebagaimana diketahui bahwa dalam berkarir di bidang investasi salah satu ukuran keberhasilannya adalah besarnya dana kelolaan, selain tentunya imbal hasil yang memadai, sehingga saat bergabung dengan PT Taspen berarti saya “naik kelas”.
Setahun berselang, panitia seleksi membuka kesempatan untuk mengisi posisi Direksi di BPJAMSOSTEK. Sebelumnya saya sudah pernah mendapatkan informasi mengenai seleksi untuk Direksi BPJAMSOSTEK pada tahun 2016, namun saat itu saya merasa belum siap. Baru pada tahun 2020, dengan berbekal pengetahuan dan pengalaman saya di industri keuangan selama lebih dari 25 tahun, saya merasa sudah siap untuk mengikuti proses seleksi tersebut.
Tentunya posisi yang saya rasa paling sesuai adalah sebagai Direktur Investasi.
Selain itu sebuah cita-cita lama dan pengaruh dari dosen saat kuliah, adakah ketertarikan lainnya?
Tentu saja ini sebuah tantangan dan mengukur kapasitas diri sendiri. Seperti yang telah saya sampaikan, BPJAMSOSTEK atau dulu Astek sudah dikenal sebagai pengelola dana terbesar. Saya sebagai orang yang lama berkarir di dunia keuangan dan investasi tentunya ingin kerja keras saya bermanfaat untuk lebih banyak orang, bermanfaat bagi masyarakat, khususnya para pekerja serta keluarga mereka.
Untuk bergerak di bidang investasi, tentunya pasti butuh lisensi. Ada pendidikan tertentu untuk bidang ini yang anda seriusi?
Saya mulai kuliah di Fakultas Ekonomi UI tahun 1990, walaupun lulus SMA di tahun 1988. Dalam dua tahun gap year itu saya melakukan banyak eksplorasi, bahkan sampai ke Amerika Serikat. Dulu saat lulus banyak maunya. Saya tertarik banyak hal mulai dari arsitektur, hukum, hingga bidang sejarah. Namun sekarang ternyata saya merasakan manfaat yang besar dari minat yang beragam itu dalam mengelola investasi.
Selepas S1 saya mengambil S2 MM di UI. Saat belajar pasar modal, saya mengetahui ada Chartered Financial Analyst (CFA), gelar profesi yang cukup bergengsi dan diakui secara internasional. Waktu itu saya lihat kalau orang punya gelar CFA itu keren banget. Di tahun 1998, sambil studi MM saya juga belajar untuk lisensi CFA.
Saya mengambil CFA dalam tiga tahun untuk 3 level, setiap tahun lulus. Itu selesai sekitar tahun 2002. Sambil mengambil CFA, saya juga mengambil gelar Financial Risk Manager (FRM), gelar profesi internasional untuk risk manager. Waktu itu yang mengambil FRM di Indonesia baru sekitar 8 orang, termasuk saya. Untuk Indonesia, saya mungkin orang pertama yang punya gelar CFA serta FRM di tahun 2002. Di luar gelar profesi itu, saya juga sering mengikuti pelatihan, conference dan lainnya.
Setelah dilantik sebagai Direktur Pengembangan Investasi BPJAMSOSTEK pada Februari 2021, apa program jangka pendek dan menengah Anda?
Sesuai dengan karakteristik dana yang kami kelola, yang pertama dan utama adalah menjalankan prinsip liability driven investment. Untuk lembaga seperti BPJAMSOSTEK tujuan berinvestasi bukanlah untuk mengejar keuntungan semata, namun utamanya untuk memastikan profil portofolio investasi sesuai dengan profil atau karakteristik dari liabilitas.
Jadi, yang terpenting adalah pada saat liabilitas jatuh tempo, kami bisa membayar sesuai jatuh temponya dan sebesar manfaatnya. Tentunya dengan batasan seperti itu, kami tetap mengupayakan imbal hasil atau return yang optimal.
Kemudian, pada saat saya mulai menjabat, portofolio yang ada harus saya sesuaikan dengan outlook atau proyeksi kondisi pasar yang menurut saya akan terjadi. Ibaratnya, bila akan ada badai, saya harus siapkan posisi portofolio itu untuk menghadapi ‘badai’.
Namun untuk mengubah portofolio itu ternyata tidak mudah. Pasalnya, ukuran aset BPJAMSOSTEK sudah terlalu besar, sedangkan likuiditas pasar keuangan domestik terbatas, dan secara regulasi belum dibuka untuk bisa berinvestasi ke luar negeri, sehingga untuk mengubah atau rebalancing portofolio itu membutuhkan waktu.
Pada awal menjabat, Anda mendorong BPJAMSOSTEK melakukan rebalancing portofolio. Apa alasannya?
Pada saat awal saya menjabat, suku bunga dalam kondisi ultra low dan dalam lima tahun terakhir memang tren suku bunga menurun, apalagi sejak terjadinya pandemi global. Namun kondisi sekarang, tren suku bunga malah meningkat sebagai akibat inflasi global yang melonjak.
Portofolio investasi harus disesuaikan untuk mengantisipasi keadaan itu. Mitigasi risiko harus dilakukan sebelum kondisi yang dikhawatirkan terjadi. Jadi, kami harus memiliki daya atau kemampuan untuk memprediksi apa yang akan terjadi dalam jangka pendek satu atau dua tahun, bahkan hingga 20-30 tahun ke depan. Kemudian kami harus memposisikan portofolio untuk siap menghadapi kondisi tersebut.
Mengubah portofolio juga tergantung pada seberapa besar dana kelolaan. Dengan dana yang besar yang dimiliki BPJAMSOSTEK dan likuiditas di pasar yang terbatas, maka kami harus menata portofolio setiap hari.
Bagaimana proyeksi Anda terkait kondisi ekonomi Indonesia ke depan?
Secara global, ada tren inflasi tinggi sehingga otoritas moneter di seluruh dunia menaikkan suku bunga. Kondisi Indonesia sedikit berbeda. Kita sebenarnya diuntungkan dengan kondisi sekarang karena inflasi tinggi ini disebabkan oleh harga komoditas. Bersyukurnya, kita adalah penghasil komoditas.
Di tengah kondisi itu, market kita terbukti resilience. Mungkin akan ada gejolak terkait nilai tukar, tapi saya yakin dalam jangka waktu 1-2 tahun, rupiah akan kuat kembali.
Memang ada juga dampak dari kenaikan harga komoditas itu kepada inflasi di Indonesia. Namun, dampaknya relatif terbatas dibandingkan negara lain.
Dengan proyeksi seperti itu, bagaimana arah investasi BPJAMSOSTEK?
Dengan ketidakpastian yang tinggi dan juga investor global yang risk off atau tidak mau mengambil risiko, ada kecenderungan bahwa semua aset berisiko dijual. Saham menjadi pilihan pertama yang mengalami tekanan jual, kemudian kedua adalah aset-aset di emerging market.
Jadi sekarang investasi yang paling gampang adalah dolar AS karena nilainya cenderung meningkat di tengah kondisi risk off. Namun karena terdapat limitasi dari regulasi, tentunya kami harus mencari jalan lain untuk mengantisipasi kondisi ke depan.
Saat ini yield curve cenderung mengalami flattening. Artinya suku bunga jangka pendek, di bawah 10 tahun, akan meningkat karena ada ekspektasi BI atau the Fed terus menaikkan suku bunga sehingga yang di short-end akan naik. Bahkan bisa terjadi inverted yakni ketika suku bunga jangka panjang itu lebih rendah dari suku bunga jangka pendek. AS sudah mengalami ini dengan suku bunga 10 tahun lebih rendah dari suku bunga 2 tahun.
Indonesia masih normal, tetapi saya yakin, kecenderungannya akan menjadi flat atau bahkan mungkin bisa inverted. Jadi ekspektasinya yield curve akan flattening. Saat ekspektasi yield curve akan flattening, jangan beli yang short, karena kalau yield naik harga obligasinya turun. Kami mau tidak mau, mesti bermain di long-end.
Jadi, kalau ada dana lebih, kami akan beli di tenor yang lebih panjang selama yield curve masih normal. Namun begitu yield curve menjadi flat kami akan kembali fokus di tenor 5-10 tahun.
Apa efeknya terhadap pasar saham? Ya, tergantung. Kalau di AS, pasar sahamnya turun, tetapi kalau di Indonesia berbeda. Mungkin ekspektasinya adalah walaupun suku bunga naik, earnings dari saham yang ada di Indonesia, terutama yang berbasis komoditas, juga akan meningkat.
Harga saham itu merupakan present value dari future cashflow. Future cashflow kemudian didiskon dengan suatu faktor, yakni interest rate. Kalau interest rate naik, dan earnings-nya sama, harga saham akan turun. Namun, kalau interest rate naik dan earnings naik lebih tinggi, efeknya masih akan positif.
Jadi, investor melihat Indonesia ini masih menjadi salah satu oasis di padang pasir. Saya pikir, mungkin dalam 1-2 tahun, akan terbukti bahwa ekonomi Indonesia resilient dibandingkan kondisi global. Saya yakin asing akan kembali masuk ke Indonesia.
Selain rebalancing, apa lagi strategi yang bapak dorong dalam pengelolaan investasi BPJAMSOSTEK?
Selain rebalancing portofolio, kompetensi dari SDM di BPJAMSOSTEK harus ditingkatkan karena kami mengelola dana yang sangat besar. Mungkin orang-orang terbaik itu justru harus ada di sini.
Selain itu, kami berusaha berbicara kepada regulator agar regulasi mendukung. Contohnya, kami sudah sulit untuk rebalancing portofolio dengan dana kelolaan lebih dari Rp600 triliun. Apalagi, dalam 2-3 tahun dana kelolaan kami akan menjadi Rp1.000 triliun. Ibarat baju, makin lama makin sempit karena tubuh kami bertumbuh. Kalau ruang gerak tetap di pasar domestik saja, kami akan semakin sulit untuk bergerak.
Oleh karena itu, kami juga berbicara kepada regulator agar diizinkan berinvestasi di luar Indonesia. Ini bukan untuk mencari yield semata, tapi karena likuiditas pasar dalam negeri yang sudah tidak mumpuni lagi untuk bisa meyerap size aset BPJAMSOSTEK yang terus bertumbuh.
Terkait dengan hal ini. kami sedang dalam proses untuk melakukan kajian-kajian. Selain itu, kami juga melihat pengalaman negara-negara lain, contohnya Malaysia di mana lembaga serupanya sudah berinvestasi ke luar negeri sejak beberapa tahun terakhir.
Sejalan dengan itu, kami juga meningkatkan kompetensi internal, sehingga nanti jika sudah diperbolehkan, kami sudah mampu melakukannya.
Tangan dingin Anda membuat BPJAMSOSTEK berhasil menyabet penghargaan di Asian Local Currency Bond Award. Ini untuk kategori apa dan strategi apa yang dijalankan hingga BPJAMSOSTEK mendapat penghargaan ini?
Tahun 2022 ini BPJAMSOSTEK berhasil meraih penghargaan di Asian Local Currency Bond Award. Ini merupakan ajang penghargaan tahunan yang diselenggarakan oleh The Asset Benchmark Research dan The Asset Magazine Hongkong sejak tahun 2000.
The Asset Benchmark Research dan The Asset Magazine melakukan survey dan riset terhadap lebih dari 300 investor fixed income dari industri keuangan, bank, pasar modal dan asuransi di Asia meliputi China, Hong Kong, India, Indonesia, Korea, Malaysia, Philippines, Singapore, Taiwan.
Penghargaan ini merupakan hasil kerja sama tim BPJAMSOSTEK. Saya hanya bertugas mengorkestrasikan dan memberikan pengarahan. Kebetulan penghargaan ini saya yang menerima selaku Direktur Pengembangan Investasi BPJAMSOSTEK yang terpilih sebagai Highly Commended Investor dalam kategori “The Most Astute Investors in Asian Local Currency Bonds for 2022” yang diselenggarakan pada tanggal 9 November 2022 lalu di Westin Hotel, Singapore.
Penghargaan ini diberikan sebagai bukti serta pengakuan di tingkat regional Asia atas pengelolaan dana peserta BPJAMSOSTEK yang dilakukan secara profesional dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian dan memberikan imbal hasil yang optimal.
Belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, seperti yang telah saya sampaikan, kami melakukan rebalancing portofolio. Kami mengkaji risiko-risiko yang ada dan menempatkan investasi sesuai dengan proyeksi atau kondisi pasar. Jadi memang mitigasi risiko harus dilakukan demi mencegah dan mengantisipasi keadaan yang di luar ekspektasi. Kita harus bisa expect the unexpected, suka atau tidak suka.
Apakah ada hal yang menurut anda berbeda dari persepsi saat di luar dan sesudah masuk ke BP Jamsostek?
Sebelumnya saya mengelola dana dengan pemangku kepentingan yang tidak terlalu banyak. Seperti misalnya di Taspen, kami tidak dipanggil DPR. Tetapi saat ini banyak yang memperhatikan, mulai dari DPR, OJK, KPK, BPK, publik, serikat pekerja, hingga para pengusaha.
Setiap pemangku kepentingan dapat memiliki pendapat dan pandangan yang berbeda-beda. Itu sebabnya setiap langkah yang kami lakukan perlu dikomunikasikan dengan baik kepada pemangku kepentingan sehingga diperoleh keyakinan bahwa langkah yang diambil memiliki alasan, maksud dan tujuan yang tepat.
Apa yang Anda mau disampaikan kepada pekerja yang BPJAMSOSTEK kelola dananya?
Saya ingin pekerja itu tidur nyenyak karena uang atau dana mereka itu aman. Pada saat pekerja itu butuh, kami pastikan ada uangnya untuk memenuhi seluruh manfaat. Bekerja saja dengan tekun, pada saat dibutuhkan, uangnya kami sediakan.
Selain itu, kami akan usahakan semaksimal mungkin mendapatkan return yang lebih baik daripada jika diinvestasikan sendiri. Pasalnya, BPJAMSOSTEK punya kelebihan-kelebihan termasuk dana kelolaan yang besar, sehingga bisa menjangkau instrumen investasi dengan mudah dan murah. Selain itu, ada keuntungan dari sisi pajak pada investasi BPJAMSOSTEK dibandingkan jika diinvestasikan sendiri, karena hasil investasi kami bebas pajak. Imbal hasilnya pun lebih kompetitif karena dikelola oleh para profesional.
Net Zero Emission: Intip Strategi Transisi dan Ketahanan Energi Pertamina