bisnis-logo

Stories

Di Balik 'Stempel Haram' Bisnis Jastip

Barang bawaan di dalam koper yang kembali dari luar negeri diprediksi tak lagi penuh sesak dengan barang bawaan dengan adanya aturan pembatasan baru.

20 Maret 2024

A+
A-

Produk olahan tepung terigu yang dijadikan kudapan berjenis roti asal negeri Gajah Putih, Thailand sontak menjadi sorotan. Penganan itu tengah menjadi buruan para penikmat kopi.

Milk Bun, produk olahan roti yang terbuat dari adonan susu itu lagi jadi buruan untuk teman menikmati kopi di kafe-kafe, meski harganya tak terbilang murah.

Mengingat harganya yang mahal itu, roti yang tengah populer di Thailand itu banjir pesanan di Indonesia. Tidak sedikit orang yang menggunakan jasa titip (jastip) untuk bisa merasakan roti tersebut.

Tidak sulit untuk menemukan para 'jastiper' yang menawarkan untuk bisa membawa produk tersebut dari Thailand ke Indonesia melalui media sosial. 

Hanya dengan duduk manis di rumah, roti yang biasanya disantap di kafe-kafe, kini bisa dinikmati bersama keluarga di rumah.

Namun, baru-baru ini publik dihebohkan dengan adanya penindakan dari Bea Cukai Soekarno-Hatta bersama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Sebanyak 1 juta ton atau sebanyak 2.564 buah roti milk bun asal Thailand menjadi barang sitaan. Milk bun dengan merek After You itu berhasil diamankan berdasarkan 33 penindakan yang dilakukan di Bandara Soekarno-Hatta hanya pada Februari 2024.

Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta Gatot Sugeng Wibowo menyampaikan bahwa penindakan dilakukan terhadap barang bawaan penumpang yang melebihi batas.  Hal ini berdasarkan Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. 28/2023 tentang Perubahan atas Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. 27/2022 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke Dalam Wilayah Indonesia. 

“Batas bawaan olahan pangan adalah 5 kg per penumpang, jika melebihi batas dan tidak disertai izin dari Badan POM, maka atas kelebihannya akan dilakukan penindakan sesuai ketentuan yang berlaku,” katanya melalui siaran pers, Jumat (8/3/2024).

Berselang dua hari setelah adanya kabar tersebut, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan memberlakukan aturan baru tentang kebijakan dan pengaturan impor.

Terbitnya aturan yang berlaku pada 10 Maret 2023 itu guna pengendalian barang impor. Salah satu pokok pengaturannya adalah menggeser pengawasan dari post border menjadi border yang akan dilaksanakan oleh Bea Cukai.

Permendag yang diundangkan pada 11 Desember 2023, resmi berlaku per 10 Maret 2024 setelah melalui masa transisi 90 hari. 

Dengan diberlakukannya aturan ini, pemerintah secara spesifik mengatur nominal dan kuantitas barang yang dikategorikan sebagai barang impor yang dibawa oleh para penumpang yang kembali dari luar negeri.

Pada aturan sebelumnya yang tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut, barang impor bawaan penumpang hanya dibatasi dalam jumlah nominal dan kuantitas hanya untuk barang tertentu.

Pada Pasal 7 dalam beleid tersebut disebutkan bahwa barang impor penumpang atau barang impor bawaan awak sarana pengangkut terdiri atas barang pribadi penumpang atau barang pribadi awak sarana pengangkut yang dipergunakan untuk keperluan pribadi termasuk sisa perbekalan.

Selanjutnya, barang impor yang dibawa oleh penumpang atau barang impor yang dibawa oleh awak sarana pengangkut selain barang pribadi.

Sementara itu, dalam Pasal 12 disebutkan bahwa terhadap barang pribadi penumpang yang diperoleh dari luar daerah pabean dengan nilai pabean paling banyak free on board (FOB) US$500 per orang setiap kedatangan untuk pembebasan bea masuk.

Dalam pasal selanjutnya, selain diberikan pembebasan bea masuk yang disebutkan dalam Pasal 12, penumpang dan awak pengangkut penumpang diberikan pembebasan cukai untuk setiap orang dewasa dengan jumlah paling banyak 200 batang sigaret, 25 barang cerutu, atau 100 gram tembakau.

Bisnis Jastip Tersudutkan

Berawal dari saran seorang teman, bisnis jastip menjadi salah satu sumber pemasukan tambahan saat memutuskan mengadu nasib ke Korea Selatan pada 2017.

Pemilik dari toko daring bernama Tokonya Ahjumma ini mulai merintis bisnis untuk membawakan barang incaran yang dijajakan toko-toko di Korea Selatan.

Pelanggannya bervariasi. Mulai dari Jakarta, Surabaya, hingga ke Medan. Bahkan, dia pernah mengirim barang titipan itu hingga luar Jawa, seperti Sulawesi, Kalimantan dan Papua.

Semua barang yang dikirim ke pelanggan dibawa bersama dengan barang bawaan di bagasi. Sebelumnya, tidak ada masalah dengan bisnis itu.

Namun, ketika aturan baru tentang batas barang bawaan dari luar negeri dinilai akan cukup memberikan dampak terhadap bisnisnya.

"Untuk peraturan yang baru saya rasa sangat berpengaruh ya. Karena pasti lebih waswas dan tidak bisa menjual barang seperti biasanya. Jadi sangat pengaruh ke stabilan bisnisnya itu sendiri. Dan itu jumlah yang sangat sedikit saya rasa untuk 2 buah per jenis barang," ujarnya kepada Bisnis baru-baru ini.

Alhasil, untuk menjaga keberlangsungan bisnisnya, dia lebih memilih untuk menggunakan jalur pengiriman barang luar negeri, tidak lagi dibawa dengan bagasi.

Menurutnya, dengan proses baru tersebut, proses pengiriman barang membuat harga barang titipan yang dipesan para pelanggang mengalami kenaikan harga dengan proses yang lebih rumit.

"Sebagai pebisnis jastip sih saya berharap peraturan nanti bisa diringankan lagi supaya kami bisa bertahan. Bisa lebih fleksibel tapi tetap mengatur ekspor, impor dan tidak mematikan bisnis lokal juga," ungkapnya.

Keresahan atas pemberlakuannya beleid baru itu juga dirasakan oleh Novia, pemilik akun jastip bernama @titipsis_sby2 yang biasa mendatangkan barang-barang dari Malaysia, Thailand, dan Singapura

Novia mengaku baru mengetahui diberlakukannya aturan tersebut dari media sosial. Sebelum ada aturan tersebut, proses pemeriksaan barang bawaan para penumpang pun dinilai sudah cukup ketat.

Setelah melihat riwayat perjalanan para penumpang melalui paspor, petugas Bea Cukai biasanya langsung memeriksa barang bawaan para penumpang.

Namun, selama pengalamannya menjadi penyedia jastip sejak 2019, seluruh barang bawaannya berhasil lolos tanpa menyalahi aturan kepabeanan yang berlaku.

"Iya karena kita safety untuk barang bawaannya ini tidak sampai US$500 . Saat itu sih ngerasa udah tau peraturan itu, jadi kita berusaha semaksimal mungkin buat jangan lebih dari itu. Kalaupun tertangkap pun, yaudah kita tunjukkin invoice, bukti notanya," ungkapnya.

Kini, Novia mengaku ketar-ketir dengan diberlakukannya aturan baru tersebut. Pasalnya, proses pemeriksaan diprediksi akan lebih ketat dibandingkan dengan sebelumnya.

Sebelum ada aturan baru, dia dengan mudah dapat membawa lebih dari 50 kotak roti milk bun dari Thailand. Namun, sekarang dia membatasi bawaan hanya menjadi 15 buah roti.

"Seperti kurang jelas gitu [aturannya], intinya kurang disosialisasikan secara jelas. Ini juga kita tahu dari sosial media aja kan, terus detail-detailnya kayak kurang jelas juga," ungkapnya.

Simpang siurnya aturan baru juga dirasakan oleh Jesslyn Ivana yang juga menjalankan bisnis jastip untuk barang-barang dari Thailand dan Singapura.

Jesslyn merasa aturan baru tersebut menjadi tumpang tindih dengan peraturan lama. 

Sebenarnya tidak mengganggu sih, cuma rada membingungkan aja karena kan sebenarnya sudah jelas selama tidak lebih dari US$$500 kita tidak kena bea cukai. Jadi ketika ada peraturan baru, apakah peraturan lama tetap diberlakukan atau hanya fokus di peraturan baru," katanya.
 

Harap-Harap Cemas Pulang ke Tanah Air

Keresahan terkait dengan pembatasan barang bawaan dari luar negeri juga dirasakan para pekerja-pekerja Indonesia.

Alfi, perempuan asal Indonesia telah memilih bekerja di Jepang sejak 2022. Dia terhitung rajin bolak-bolak ke Indonesia, minimal satu kali tiap tahunnya.

Setiap perjalanan pulangnya, Alfi tidak datang dengan tangan kosong, tapi tentu dengan buah tangan dari tempatnya mengadu nasib untuk keluarga dan rekan-rekan kerjanya di tempat asal.

Alfi mengungkapkan, buah tangannya yang dibawanya ke Indonesia seolah menjadi tanggung jawab karena sedikit berbagai pengalaman dengan keluarga yang masih belum bisa keluar negeri.

Untuk itu, tidak jarang dia membawa oleh-oleh dengan jumlah yang cukup banyak untuk dibagikan ke sanak famili.

"Dengan adanya pembatasan ini tentunya membatasi saya untuk memberikan cendera mata ke keluarga yang bukan hanya satu dua orang, tetapi banyak anggota keluarga, terutama keponakan," ujarnya.

Selama ini, jumlah barang yang dibawa ke Indonesia telah mengikuti aturan yang ditetapkan maskapai penerbangan. 

Di samping itu, pada saat kembali tiba di bandara, barang-barangnya pun langsung dilakukan pengecekan deklarasi oleh petugas kepabeanan. Pada aturan sebelumnya, barang-barang seperti uang tunai, rokok, dan alkohol jumlahnya memang dibatasi, sama seperti dengan negara lain. 

"Kalau barang bawaan pakaian [tekstil] dibatasi, baru kali ini saya dengar di Indonesia," jelasnya.

Penerapan kebijakan baru tersebut akan menjadi hambatan bagi para pekerja-pekerja Indonesia yang ada di luar negeri saat kembali ke Tanah Air.

"Saya rasa perlu peninjauan ulang karena bagi pekerja seperti saya yang jarang pulang ke Indonesia, tetapi untuk sekalinya pulang kita tidak bisa membawa oleh-oleh yang cukup untuk keluarga karena adanya pembatasan ini tentunya sangat menyedihkan," ucapnya.

Hal senada juga diutarakan oleh Didi Kusuma, warga negara Indonesia yang tengah melanjutkan studinya di Amerika Serikat.

Sama halnya dengan Alfi, Didi juga kerap membawa buah tangan dari negaranya menimba ilmu untuk keluarga dan teman dekatnya di Indonesia.

Didi mengatakan, tidak jarang dia juga membeli barang yang memang tidak dijual di Indonesia seperti misalnya cenderemata kampus yang berbentuk pakaian.

"Memang salah satu hal yang kita lakukan saat pulang adalah kalau tidak  kita pulang bawa oleh-oleh, barang-barang yang kita beli untuk diri sendiri, atau memang teman-teman yang ingin dapet uang tambahan. Itu bikin semacam jastip itu, untuk semacam nutupin lah ya biaya tiket pesawat, dan lain sebagainya," jelasnya.

Sejauh ini, Didi mengungkapkan masih merasa bingung dengan aturan baru pembatasan barang bawaan dari luar negeri yang diterapkan oleh pemerintah.

Pasalnya, belum adanya pengelompokan barang yang dapat dikategorikan sebagai barang bawaan pribadi atau barang yang dikelompokkan menjadi barang impor dari luar negeri.

Kendati demikian, aturan pembatasan pembawaan barang impor berdasarkan kuantitas barang dinilai memberatkan, terutama bagi para pelajar dan pekerja Indonesia di luar negeri.

"Jadi memang, kebijakan yang menitikberatkan ke kuantitas produk tuh menurut saya pribadi agak kurang fleksibel, kurang berdasar, dan akan sangat rumit untuk diterapkan di negara kita," tuturnya.

Untuk itu, penerapan pembatasan barang bawaan dengan batasan kuantitas menjadi titik berat yang menjadi perhatian. 

"Bukan masalah misalkan bayarnya atau gimana. Cuma, the idea of being interviewed lebih jauh oleh petugas di bandara di Indonesia tuh menjadi hal yang concern saya secara pribadi," kata Didi.

Respons Pemerintah atas Protes Publik

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan, pembatasan barang bawaan pribadi tidak termasuk barang pribadi penumpang yang dibawa dari Indonesia ke luar negeri, kemudian dibawa kembali ke Indonesia.

Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Impor Kemendag Arif Sulistyo untuk menanggapi keluhan dari masyarakat atas Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor yang berlaku sejak 10 Maret 2024.

“Ini hanya terbatas pada barang baru yang dibeli di luar negeri dan dibawa masuk ke wilayah Indonesia sebagai barang bawaan pribadi penumpang,” kata Arif kepada Bisnis, dikutip Jumat (15/3/2024).

Sementara itu, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan atau Zulhas bakal merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.36/2023, khususnya terkait dengan pembatasan barang impor bawaan penumpang pesawat dari luar negeri. 

Menurutnya, peluang revisi itu muncul seiring banyaknya keluhan dari masyarakat atas implementasi beleid tersebut sejak 10 Maret 2024. 

"Permendag 35 mungkin [direvisi] karena Permendag 36 itu banyak keluhan, ada soal sepatu, soal bedak mesti lartas [larangan dan pembatasan]," ujar Zulhas saat ditemui di Pasar Tanah Abang, Kamis (14/3/2024).

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu pun mengaku telah bersurat kepada Kementerian/Lembaga terkait untuk membahas kembali evaluasi implementasi aturan tersebut. Namun, dia enggan merinci secara detail bagian mana dalam beleid tersebut yang berpeluang untuk direvisi.

"Nanti kita evaluasi, dan sudah bikin surat untuk kita bahas kembali, misalnya makanan masa mesti ada rekomendasi?," tuturnya.

Di lain pihak, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah membuat regulasi untuk usaha jasa titipan atau jastip yang menjamur di Indonesia lantaran dinilai ilegal dan merugikan negara.

Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey menyampaikan, usaha jastip masuk dalam kategori black market karena masuk ke Indonesia tanpa membayar barang dan bea masuk alias tidak melalui jalur resmi. 

“Baju mahal, tas mahal, elektronik mahal dimasukkan ke dalam tasnya, kargonya, seolah-olah barang milik sendiri padahal begitu keluar bandara sudah ada yang ambil dan lewatlah pajaknya,” kata Roy dalam konferensi pers, Kamis (18/1/2024).

Roy menegaskan, pihaknya tidak mempermasalahkan orang yang menjalankan bisnis jastip. Hanya saja, usaha jastip perlu diatur mekanisme dan pengawasannya agar tidak merugikan negara serta ritel dalam negeri.

Dia mengungkapkan, barang-barang yang kerap dibawa masuk oleh jastiper ke Tanah Air sebetulnya juga dijual di gerai-gerai peritel. Oleh karena itu, peritel mempertanyakan keputusan pemerintah untuk memperketat impor barang legal, alih-alih mengatur usaha jastip. 

Peritel juga pesimistis ekonomi Indonesia dapat tumbuh hingga 6% jika pemerintah membiarkan usaha jastip merajalela tanpa adanya pengaturan yang jelas.

“Makanya kita tidak akan [tumbuh] lebih dari 5%, karena tidak ada substansi, malah menggerus yang sudah ada, dan yang ilegal malah semakin marak, merugikan negara tentunya dan juga merugikan pelaku usaha yang resmi,” tuturnya.

(Nona Amalia)

Penulis : Muhammad Ridwan, Redaksi
Editor : Muhammad Ridwan
Previous

Harga Mahal dari Sebuah Politik Dinasti

back-to-top
To top