bisnis-logo

Stories

Bom Waktu UKT dan Masa Depan Sarjana Cicilan

Menyandang gelar sarjana bagaikan barang mewah. Harganya yang mahal membuat orang sampai-sampai rela mencicil untuk membayarnya.

29 Mei 2024

A+
A-

Merdeka Belajar! Itu lah program yang digaungkan oleh Kementerian Riset, Teknologi, Pendidikan, dan Kebudayaan (Kemristekdikbud). 

Namun nyatanya kemerdekaan masih berada jauh dari potret pendidikan di Tanah Air dewasa ini. Pendidikan bak barang mewah yang hanya dapat dirasakan oleh segelintir orang.

Keadaan pendidikan saat ini justru berbanding terbalik dengan semangat Ki Hajar Dewantara yang mendirikan Taman Siswa untuk memberikan pendidikan ke masyarakat, begitu juga dengan Soetomo dengan Budi Utomo.

Jika pada zaman kolonial para siswa masih sibuk belajar menghitung, saat ini malah lembaga pendidikan yang tengah sibuk hitung-hitungan.

Kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) tengah menjadi fenomena baru bagi sektor pendidikan Tanah Air. 

Kondisi itu telah memunculkan adanya siasat baru bagi sejumlah mahasiswa untuk memanfaatkan pinjaman online untuk menambal bayaran kuliah.

Tidak hanya itu, bahkan beberapa universitas pun telah menggandeng penyedia pinjaman online agar mahasiswa tetap dapat melanjutkan perkuliahan.

Padahal, konstitusi mengamanatkan pemerintah maupun perguruan tinggi untuk memenuhi hak mahasiswa yang kurang mampu dan memastikan mereka dapat melanjutkan studi tanpa terkendala ekonomi.

Undang-Undang Nomor 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) mengamanatkan bahwa tidak boleh ada mahasiswa yang terputus kuliahnya karena alasan biaya.

Pasal 76 UU Dikti mengatur soal kewajiban negara dalam pemenuhan hak mahasiswa. Pemerintah dan pihak kampus memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa seluruh mahasiswa dapat menempuh dan menyelesaikan studinya.

"Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Perguruan Tinggi berkewajiban memenuhi hak mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi untuk dapat menyelesaikan studinya sesuai dengan peraturan akademik," tertulis dalam Pasal 76 ayat (1) UU Dikti, dikutip pada Rabu (31/1/2024).

Dalam Pasal 76 ayat (2) tertulis pemenuhan hak mahasiswa untuk menyelesaikan studi itu dapat dilakukan dengan pemberian beasiswa kepada mahasiswa berprestasi, bantuan atau pembebasan biaya pendidikan, dan/atau pinjaman dana tanpa bunga yang wajib dilunasi setelah lulus dan/atau memperoleh pekerjaan.

Mahasiswa dan Pinjaman Online

Nyatanya, tingginya biaya kuliah telah menjerumuskan para mahasiswa ke dalam jeratan pinjaman online.

Putra salah satunya, mahasiswa tingkat 3 dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran.

Lolos melalui jalur Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK), profil Putra masuk dalam UKT Golongan 4 dengan jumlah Rp4 juta.

Dia mengaku pernah menggunakan layanan pinjaman online untuk membayar UKT. Pinjaman online dinilai menjadi jalan pintas untuk mendapatkan dana secara cepat.

Alhasil, Putra harus bekerja sambil kuliah untuk bisa melunasi cicilan pinjaman online tersebut. 

"Karena saat itu [orang tua] sedang tidak ada uangnya, jadi pakai tabungan yang ada sambil cari uang tambahan dari kerja sampingan," ujarnya kepada Bisnis baru-baru ini.

Begitu juga dengan Jovanca, mahasiswa tingkat akhir di Universitas Nusa Cendana.

Tiap semester, dia harus membayar UKT sebesar Rp3,5 juta tiap semester. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, dia juga diwajibkan membayar biaya penelitian sebesar Rp7 juta.

Namun, saat dalam kondisi terdesak, Jovanca memilih untuk mencairkan uang dari pinjaman online. Dia bahkan pernah dua kali meminjam dengan nominal Rp2,68 juta.

"Memilih menggunakan pinjol karena sudah terdesak. Seluruhnya dipakai untuk bayar kuliah," ungkapnya.

Mahasiswa Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Chandra menuturkan, pernah menggunakan pinjaman online untuk membayar UKT. 

Biasanya, Chandra selalu mengajukan surat penangguhan untuk pelunasan UKT. Pihak kampus biasanya memberikan waktu tambahan sekitar 3 bulan untuk pelunasan.

Dari situ, Chandra dan orang tuanya bisa mengumpulkan uang untuk melunasi UKT. Namun apes, saat itu Chandra telah untuk mengajukan penangguhan pembayaran.

"Jadi saya telat untuk mengajukan surat penangguhan. Jadi untuk melanjutkan kuliah, saya terpaksa untuk pinjam online," katanya.

Mencetak Sarjana Cicilan

Pemerintah pun mulai menggodok kebijakan pinjaman pendidikan alias skema student loan di Indonesia, sebagai respons atas riuhnya isu pinjol untuk bayar UKT. 

Bukan barang baru, ide student loan sebelumnya pernah muncul pada periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Pada 2018, Jokowi bahkan menantang perbankan untuk dapat mengeluarkan produk kredit pendidikan. Namun demikian, berdasarkan indeks berita Bisnis, tidak ada kelanjutan kabar dari permintaan Jokowi tersebut. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa pemerintah menjajaki pembahasan student loan bersama Dewan Pengawas Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (Dewas LPDP). 

"Kami sedang bahas dalam dewas LPDP, meminta LPDP mengembangkan student loan," ungkapnya.

Sri Mulyani tidak memungkiri adanya potensi masalah yang akan terjadi dengan kebijakan ini. 

Sebut saja Amerika Serikat (AS) yang harus menghadapi kredit macet dan masalah jangka panjang lainnya. 

Untuk itu, pihaknya bersama LPDP terus merumuskan berbagai kemungkinan. Tidak memberatkan mahasiswa, tetapi juga mencegah moral hazard.

Melansir Federal Student Aid, terdapat beberapa opsi pembayaran yang tersedia yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan setiap individu para peminjam. Namun, pada umumnya mahasiswa memiliki waktu 10 hingga 25 tahun untuk melunasi pinjaman.

Menteri Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengatakan bahwa Student Loan saat ini masih dalam tahap pembahasan secara internal.  

Menurutnya, penerapan student loan itu masih perlu pembahasan yang cukup panjang dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). 

"Untuk saat ini masih dibahas secara internal, belum ada detail yang cukup rinci untuk bisa diumumkan. Saat ini masih wacana tingkatnya untuk membahas mengenai Student Loan dan itu masih perlu pembahasan yang cukup panjang dengan Kementerian Keuangan saat ini, belum ada keputusan atau detail yang cukup untuk bisa saya umumkan sekarang, baru tahapan diskusi," katanya, di Komisi X DPR RI, dikutip Kamis (23/5/2024). 

Student loan bukan berarti menyelesaikan masalah para mahasiswa di Indonesia. Setelah menjadi lulusan perguruan tinggi, tidak hanya cicilan yang perlu dipikirkan, tapi juga mencari pekerjaan.

Badan Pusat Statistik mencatat, pengangguran terbuka menurut pendidikan perguruan tinggi, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir masih belum menunjukkan tanda-tanda penurunan.

Pada 2018, pengangguran terbuka lulusan sarjana tercatat sebanyak 740.370 orang. Celakanya, jumlah itu terus meningkat dalam 4 tahun ke depannya.

Jumlah pengangguran pada 2019 meningkat menjadi 746.354 orang dan meledak pada pandemi Covid-19 pada 2020 menjadi 981.203 orang, dan sedikit turun menjadi 848.657 orang pada 2021.

Pengangguran terbuka tercatat mengalami penurunan pada 2022 menjadi 674.485 orang pada 2022 dan kembali naik pada 2023 menjadi 787.973 orang pada 2023.

Dengan demikian, terdapat potensi lulusan sarjana muda yang bakal mengalami kesulitan membayar cicilan student loan jika mengacu data sulitnya kesempatan bekerja untuk tingkatan perguruan tinggi.

Mimpi Kuliah Murah

Setelah melalui pembahasan panjang dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), polemik kenaikan UKT tersebut akhirnya sampai ke pelataran Istana Negara. Nadiem dipanggil Presiden Jokowi.

Usai pertemuan itu, Mendikbudristek Nadiem Makarim memastikan bahwa pemerintah mengintervensi perguruan tinggi negeri (PTN) untuk membatalkan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada tahun ini.

“Kami Kemendikbudristek telah mengambil keputusan untuk membatalkan kenaikan UKT pada tahun ini dan kami akan merevaluasi semua permintaan keningkatan UKT dari PTN,” ujarnya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (27/5/2025).

Nadiem mengaku bahwa dalam beberapa hari ke belakang Kementeriannya telah mendengarkan semua aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk mahasiswa, keluarga, dan masyarakat mengenai konsentrasi mereka terkait adanya peningkatan UKT yang terjadi di PTN.

“Memang itu saya melihat beberapa angka-angkanya dan itu juga membuat saya pun cukup mencemaskan,” ucapnya.

Kendati demikian, keputusan tersebut hanya untuk menahan napas para mahasiswa atau orang tua selama satu tahun pembelajaran.

Pasalnya, Nadiem melanjutkan bahwa pihaknya juga sudah bertemu dengan para rektor dan mengambil keputusan untuk membatalkan kenaikan UKT di tahun ini dan akan merevaluasi semua permintaan peningkatan UKT dari PTN.

“Jadi untuk tahun ini tidak ada mahasiswa yang akan terdampak dengan kenaikan UKT tersebut dan kami akan mengevaluasi satu per satu permintaan atau permohonan perguruan tinggi untuk peningkatan UKT tapi itu pun untuk tahun berikutnya,” tandas Nadiem.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan belanja negara untuk bantuan sosial (bansos) hingga uang kuliah tunggal (UKT) yang mencapai Rp55,5 triliun dari APBN hingga akhir April 2024.  

Sri Mulyani menyampaikan, dari total Rp55,5 triliun yang telah tersalurkan, Rp10,7 triliun di antaranya untuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).   

“Untuk Kemendikbudristek Rp10,7 triliun untuk bantuan pelajar, yaitu Indonesia pintar 7,9 juta siswa dan untuk mahasiwa KIP Kuliah 735.100 mahasiswa,” ungkapnya dalam konferensi pers APBN Kita edisi Mei 2024, Senin (27/5/2024). 

Dalam program KIP Kuliah, pemerintah memberikan bantuan biaya hidup (setiap bulan) dan bantuan UKT atau biaya pendidikan (setiap semester).

KIP Kuliah dan PIP juga disalurkan melalui Kementerian Agama (Kemenag) bagi sekolah dan perguruan tinggi yang dikelola Kemenag. Hingga April 2024, tersalur senilai Rp1,6 triliun.   Bukan hanya untuk UKT kuliah, Sri Mulyani menambahkan belanja bansos terbesar berada di Kementerian Sosial (Kemensos) yang mencapai Rp27,7 triliun.  

Pengamat pendidikan dari Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Semarang (Unnes) Edi Subkhan mengatakan bahwa pembatalan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) harus diikuti dengan peningkatan subsidi dari pemerintah untuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN).  

Dia menjelaskan bahwa jika subsidi dari pemerintah untuk PTN tidak naik, sedangkan dilakukan pembatalan kenaikan UKT, maka kampus akan kesulitan untuk menjalankan operasionalnya.  

"Jadi kalau subsidi tidak bertambah sementara UKT tidak naik, kampus dapat dari mana, sementara UKT naik itu memang usul dari kampus. Jadi kan kampus itu menghitung kebutuhan operasional dan pengembangan institusi, maka kemudian dia memperkirakan kita butuh sekian untuk bisa beroperasi kampusnya, kampus PTN-BH terutama, kemudian bisa berkembang [kampusnya] begitu," katanya, saat ditanyai Bisnis, pada Senin (27/5/2024). 

Edi menegaskan bahwa jika pemerintah tidak memberikan subsidi lebih kepada PTN, maka kampus akan repot ke depannya, karena kesulitan dari sisi keuangan. 

"Tapi kalau kemudian rencana [penambahan subsidi] itu tidak berhasil, dan UKT tidak naik, maka pasti kesulitan untuk menjalankan kampus apalagi untuk pengembangan kampus," ujarnya. 

Sementara itu, dia menegaskan bahwa subsidi yang ideal dari pemerintah untuk operasional PTN, yaitu diperkirakan minimal lebih dari 50%.

Pasalnya, dengan statusnya sebagai universitas negeri, tentu status kepemilikannya akan menjadi milik pemerintah. Untuk itu, negara turut memiliki kewajiban.

"Agar anak bangsa kalangan menengah ke bawah terutama atau yang cerdas, dia bisa kuliah di situ karena memang itu difasilitasi dari negara, sesuai amanat dari konstitusi kita, tapi ini kalau mau perlu dihitung lebih rinci lagi," tambahnya. 

(Nona Amalia

Penulis : Redaksi
Editor : Muhammad Ridwan & Hendri T. Asworo
Previous

Arus Balik Reformasi: Demokrasi Stagnan, Kronisme Merajalela

back-to-top
To top